Liputan6.com, Jakarta - Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi Bank Jabar Banten Syariah (BJBS). Pria yang akrab disapa Aher itu mengaku tidak tahu soal kasus yang tengah diusut penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri tersebut.
"Saya tekankan bahwa saya tidak ada hubungan hukum apapun kepada BJB Syariah, tidak ada hubungan kredit apalagi hubungan keuangan, tidak ada. Sehingga saya tidak banyak tahu bagaimana kegiatan di BJBS," ujar Aher usai diperiksa di Gedung Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu 13 Maret 2019.
Advertisement
Saat menjabat sebagai Gubernur Jabar, Aher merupakan pemegang saham pengendali Bank Jabar Banten (BJB) mewakili pemerintah. Dia tidak bersentuhan langsung dengan BJBS yang merupakan anak perusahaan dari BJB.
"Adapun mengenai kredit macet (di BJBS) tadi juga disinggung, saya tidak mengetahui perencanaan keputusan dan lain-lain. Saya sebagai pemegang saham di BJB, bukan di BJBS sehingga saya tidak tau menahu," tuturnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu baru mengetahui persoalan kredit macet setelah mendapatkan laporan dari pihak BJB selaku pemegang saham mayoritas BJBS. Meski begitu, Aher memerintahkan BJB selaku perusahaan milik Pemprov Jabar untuk menyelesaikan masalah kredit macet BJBS.
"Untuk urusan direksi dan komisaris BJBS, kami tidak punya hubungan apapun dan tidak mengetahui apapun proses dan sebagainya. Jadi proses kredit macet itu saya tidak tahu," ucap Aher.
Aher sendiri dimintai klarifikasi sejak pukul 13.00 hingga 17.00 WIB tadi. Namun dia baru keluar ruangan penyidik Bareskrim sekitar pukul 19.30 WIB.
Selama pemeriksaan, Aher hanya menjelaskan seputar kewenangan dan posisinya di BJB serta terkait apa yang ia ketahui tentang BJBS. Aher mengatakan, kewenangannya sebagai Gubernur Jabar saat itu hanya sampai pada BJB.
"Adapun urusan BJBS kan urusan BJB, bukan Gubernurnya. Jadi sebagai pemegang saham BJB saya tidak bertanggungjawab langsung ke BJBS-nya. Bahkan tidak ada hubungan tanggung jawab dan hukum langsung dengan BJBS. Kita hanya ada hubungan dengan BJB saja. Perseroan terbatas itu kan mandiri," katanya menjelaskan.
Kredit Fiktif
Aher diperiksa sebagai saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pencairan kredit fiktif BJB Syariah kepada dua perusahaan PT Hastuka Sarana Karya (HSK) dan CV Dwi Manunggal Abadi yang diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 548 miliar.
Dana sebesar Rp 548 miliar tersebut dicairkan BJB Syariah kepada dua perusahaan itu untuk pembiayaan pembangunan Garut Super Blok di Garut, Jawa Barat periode 2014-2015.
Dalam kasus ini, Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan mantan pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama BJBS, Yocie Gusman sebagai tersangka. Ia merupakan bekas Ketua DPC PKS Kota Bogor, ditetapkan sebagai tersangka atas perannya dalam memberikan kredit kepada PT HSK periode 2014 hingga 2016.
Yocie Gusman diduga tidak menaati prosedur saat memberikan kredit ke AW, selaku pimpinan PT HSK dalam memberikan fasilitas pembiayaan sebesar Rp 548 miliar. Dana itu sendiri digunakan PT HSK untuk membangun 161 ruko di Garut Super Blok.
Penyaluran kredit itu belakangan diketahui dilakukan tanpa agunan. Debitur, yakni PT HSK malah mengagunkan tanah induk dan bangunan ke bank lain. Setelah dikucurkan, ternyata pembayaran kredit tersebut macet sebesar Rp 548 miliar.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement