Liputan6.com, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengatakan, era transformasi digital mengakibatkan perubahan struktur pada pasar kerja dan mengancam tenaga kerja berketerampilan rendah. Hal ini juga akan mendorong munculnya jenis pekerjaan baru, sekaligus menghilangkan sebagian pekerjaan yang ada.
Perubahan tersebut otomatis mengakibatkan tuntutan pasar kerja yang membutuhkan lulusan perguruan tinggi siap bekerja atau mampu menciptakan pekerjaan, seperti perusahaan startup.
Advertisement
Hal ini disampaikan Nasir saat memberikan Pidato Ilmiah pada acara Dies Natalis Fakultas Ekonomika dan Bisnis di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
"Di tahun 2015 sampai 2018 ini, kita sudah menghasilkan sekitar 1.300 startup yang siap masuk industri, baik kecil maupun menengah. Sebagai contoh, inovasi produk motor berbahan bakar listrik dan palm oil yang dapat diolah menjadi bahan bakar, itu sudah siap masuk ke industri," ujar Nasir melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu 13 Maret 2019.
Nasir memberikan contoh perusahaan-perusahaan startup yang kini sudah sukses menjadi unicorn Indonesia, yaitu seperti Gojek, Tokopedia, dan Traveloka yang pusat risetnya tidak ada di Indonesia karena kurang mendapatkan sumber daya lulusan dari dalam negeri.
Nasir menjelaskan, pergeseran pembentukan keterampilan individu pun akan terjadi pada 2020. Keterampilan individu mahasiswa yang penting untuk dimiliki antara lain kemampuan menyelesaikan persoalan kompleks, kemampuan berpikir kritis, kreatif, people management, mampu berkoordinasi, dan memiliki kecerdasan emosional.
Sertifikat Kompetensi
Selain ijazah, para lulusan nanti juga harus memiliki sertifikat profesi atau kompetensi sesuai bidang masing-masing. Sertifikat profesi diterbitkan oleh perguruan tinggi bersama Kemenristekdikti, Kementerian lain, atau Organisasi Profesi (OP), lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi terakreditasi.
Nasir menekankan, sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, perguruan tinggi harus mampu menghadirkan program studi yang berorientasi pada kebutuhan pasar kerja ke depan.
"Contoh prodi visioner yang sudah berdiri misalnya, prodi rekayasa kebakaran, prodi pengelolaan perkebunan kopi, prodi bisnis jasa makanan, logistic management, dan prodi politik Indonesia terapan. Begitupun dengan bidang ekonomi, penting untuk menguasi programming, cloud computing, mahasiswa didorong untuk memiliki talent jangan hanya diajarkan mencari pekerjaan," jelasnya.
Ia menambahkan, pemerintah dalam hal ini akan mendukung melalui instrumen regulasi bagi perguruan tinggi. Untuk itu, paradigma Tri Dharma Pendidikan tinggi harus diselaraskan dengan era industri 4.0.
"Peningkatan publikasi internasional kita dorong salah satunya dengan Science and Technology Index (SINTA). Riset tidak lagi sendiri-sendiri tapi bagaimana berkolaborasi dan bersinergi dengan peneliti dunia, dan harus juga bisa menghasilkan inovasi (hak paten)," imbuh Nasir.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement