Liputan6.com, California - Tata Surya kita dipenuhi debu dari asteroid dan komet yang hancur, tetapi hanya beberapa planet yang memiliki cincin berbentuk butiran. Venus dan Bumi merupakan dua di antara yang mempunyai 'anugerah' ini. Mereka dikawal mengelilingi matahari oleh sekelompok materi kosmik.
Merkurius, di sisi lain, pernah dianggap sebagai planet yang sendiri. Ia berotasi ke pusat Tata Surya tanpa 'ditemani' apa pun di angkasa luar. Para ilmuwan bahkan tidak mengira bahwa debu bisa bertahan di planet kecil ini. Tapi ternyata, anggapan mereka salah besar.
Advertisement
Sebuah penelitian baru telah mengidentifikasi adanya jejak debu kosmik halus yang sangat besar di orbit Merkurius, membentuk cincin seluas hampir 15 juta kilometer (9,3 juta mil).
Tanpa diketahui oleh ahli astronomi sebelumnya, selama miliaran tahun, Merkurius tampaknya telah mengarungi 'lautan materi purba' ini yang ukurannya tiga kali lebih besar dari dirinya sendiri.
"Orang-orang berpikir bahwa Merkurius, tidak seperti Bumi atau Venus, terlalu kecil dan terlalu dekat dengan matahari untuk menangkap cincin debu," kata co-author Guillermo Stenborg, seorang ahli Tata Surya di Naval Research Laboratory.
"Mereka berharap bahwa badai matahari dan gaya magnet dari matahari akan meniup debu yang berlebihan pada orbit Merkurius," imbuhnya, seperti dikutip dari Science Alert, Kamis (14/3/2019).
Sebenarnya, Stenborg dan koleganya, Russell Howard, peneliti matahari di lab yang sama, menemukan penemuan mereka secara tidak sengaja. Tim ini hanya berniat mencari celah di debu yang dekat dengan matahari, di mana benda angkasa tersebut seharusnya diuapkan dan disapu bersih.
Di sisi lain, para ilmuwan belum dapat menemukan 'ruang bebas debu' di antara Bumi dan matahari. Debu ada di mana-mana di antariksa.
Satu-satunya petunjuk yang dimiliki para ahli adalah adanya berbagai jenis cahaya yang bersinar pada Bumi. Ketika sinar matahari memantul dari partikel debu di ruang angkasa, cahaya tersebut menciptakan gaya 100 kali lebih terang dari cahaya koronal itu sendiri.
Menggunakan gambar-gambar ruang antarplanet dari satelit STEREO milik NASA, Stenborg dan Howard membangun sebuah model yang memisahkan kedua jenis cahaya, menghitung banyaknya debu yang ada di sana.
Apa yang mereka perhatikan adalah peningkatan kecerahan cahaya yang berputar di sekitar orbit Merkurius, menyiratkan kepadatan debu berlebih, sekitar 3 persen hingga 5 persen di pusat cincin.
"Itu bukan sesuatu yang terisolasi," Howard menjelaskan. "Di sekeliling matahari, terlepas dari posisi STEREO, kita bisa melihat peningkatan lima persen dalam kecerahan debu, atau kepadatan. Hal tersebut seolah menyampaikan bahwa ada sesuatu di sana, dan berbentuk meluas di sekeliling matahari."
Menurut kedua astronom, jika Merkurius benar-benar mengarungi debu kosmik, maka material ini seharusnya bisa lebih dekat ke matahari daripada yang pernah dibayangkan oleh peneliti lain sebelumnya.
Pada akhirnya, fakta ini dinilai mampu memberikan petunjuk penting kepada para ilmuwan tentang komposisi dan asal-usul debu itu sendiri.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Elemen Dalam Cincin Debu
Cincin debu yang berada di Tata Surya kita terdiri dari puing kuno berusia 4,6 miliar tahun yang lalu. Sementara itu, awan debu yang mengorbit dapat membantu para peneliti untuk menjelaskan kepada publik terkait apa yang terjadi sejak Tata Surya kita pertama kali terbentuk.
Faktanya, mereka berpikir bahwa semua planet di sistem ini, termasuk Bumi, berawal sebagai butiran debu sebelum ditarik bersama oleh gravitasi dan gaya lainnya.
"Untuk memodelkan dan membaca cincin debu di sekitar bintang-bintang lain secara akurat, pertama-tama kita harus memahami fisika debu di planet belakang kita," kata Kuchner.
Cincin debu besar yang dimaksud adalah yang mengitari Venus. Baru-baru ini, sebuah makalah mengklaim telah menemukan sumber sebenarnya dari cincin debu besar Venus, yang terdiri dari bulir-bulir yang tidak lebih besar dari ampelas kasar.
Dengan menggunakan lusinan alat pemodelan dan simulasi yang berbeda, para peneliti berpendapat bahwa debu tersebut berasal dari sekelompok asteroid yang sebelumnya tak terlihat, yang mengorbit bersama Venus.
Terlebih lagi, para penulis beranggapan bahwa populasi asteroid yang hancur ini telah memelihara cincin debu Venus sejak Tata Surya 'masih bayi.'
"Tidak setiap hari Anda dapat menemukan sesuatu yang baru di Tata Surya bagian dalam," kata Marc Kuchner, seorang penulis studi Venus dan astrofisikawan di Goddard Space Flight Center NASA. "Ini benar-benar ada di lingkungan kita."
Studi pertama dan kedua ini telah diterbitkan dalam Astrophysical Journal Letters.
Advertisement