Respons SBY soal Agum Gumelar yang Heran Demokrat Dukung Prabowo

Dalam tanggapannya, SBY menyatakan mengaku sedih dengan tudingan Agum tersebut.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 15 Mar 2019, 14:17 WIB
Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) salam komando dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto usai menggelar pertemuan di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (21/12). Pertemuan membahas Pemilu 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden ke-6 RI  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merespons pernyataan Agum Gumelar yang mengaku heran SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2019.

Dalam sebuah video yang diunggah Ulin Niam Yusron di akun Facebook-nya, Minggu 10 Maret 2019, Agum mengatakan SBY adalah salah satu anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang ikut menandatangani rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas kemiliteran karena kasus pelanggaran HAM. 

"Kenapa yang ikut tanda tangan rekomendasi (SBY) kok malah sekarang mendukung? Gak punya prinsip itu orang," ujar Agum di pidato berdurasi 08,52 menit tersebut.

Dalam tanggapannya, SBY menyatakan mengaku sedih dengan tudingan Agum tersebut. SBY yang saat ini tengah di Singapura mendampingi Ani Yudhoyono yang terserang kanker darah, mengaku sangat bisa melawan 'pembunuhan karakter' tersebut. 

"Tapi itu tidak perlu saya lakukan, saya pikir tidak tepat dan tidak bijaksana. Saya malu kalau harus bertengkar di depan publik," ujar SBY, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat (15/3/2019).

Terlebih, kata SBY, saat iini situasi politik tengah panas jelang kontestasi Pilpres 2019.

"Yang diperlukan bukanlah api, tetapi sesuatu yang meneduhkan dan menyejukkan," kata dia.

Berikut penjelasan lengkap SBY:

Setelah hampir 3 bulan saya "berpuasa" dan tidak berinteraksi di dunia media sosial, maaf, kali ini saya ingin menyampaikan sesuatu.

Tadi malam, ketika saya mendampingi Ibu Ani di rumah sakit "NUH" Singapura, saya harus menenangkan perasaan Ibu Ani yang terus terang terganggu dengan pernyataan Pak Agum Gumelar beberapa saat yang lalu. Teman-teman tahu bahwa Pak Agum, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba menyerang dan mendiskreditkan saya soal pencapresan Pak Prabowo. Nampaknya Ibu Ani merasa tidak "happy" dengan kata-kata Pak Agum yang menghina saya sebagai "tidak punya prinsip".

Melihat Ibu Ani sedih, saya juga ikut sedih. Mengapa? Ibu Ani saat ini sedang berjuang untuk melawan dan mengalahkan kanker yang menyerang dirinya. Ibu Ani bersama saya, siang dan malam, sedang berusaha untuk menjaga semangat dan kesabaran, agar tetap kuat menghadapi serangan kanker yang menimpa Ibu Ani.  Tentu, sebagai pendamping setia Ibu Ani saya sedih kalau ada berita yang justru menggangu hati dan pikirannya.

Yang kedua, ternyata yang membuat Ibu Ani sedih adalah karena kami merasa selama ini hubungan keluarga Pak Agum dengan keluarga kami baik. Bahkan, disamping Ibu Linda pernah bersama-sama mengemban tugas di pemerintahan selama 5 tahun, Ibu Ani juga sangat sayang kepada Ibu Linda Gumelar.

Namun, saya bisa meyakinkan Ibu Ani bahwa Pak Agum menyampaikan kata-kata tak baik itu karena hampir pasti tidak tahu dilema dan persoalan yang saya & Partai Demokrat hadapi dalam pilpres 2019 ini. Jika tahu, tak akan berkata begitu. Kecuali kalau Pak Agum memang tidak suka dan benci dengan saya. Saya juga mengatakan kepada Ibu Ani ... "Percayalah saat ini lebih banyak orang yang bersimpati dan bahkan mendoakan Ibu Ani agar Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa mengangkat penyakit Ibu Ani, dibandingkan dengan yang mencercanya".

Teman-teman, tentu saja saya sangat bisa menjawab & melawan  "pembunuhan karakter" dari Pak Agum Gumelar terhadap saya tersebut. Tetapi tidak perlu saya lakukan, karena saya pikir tidak tepat dan tidak bijaksana. Saya malu kalau harus bertengkar di depan publik. Apalagi saat ini situasi sosial dan politik makin panas. Bagai jerami kering di tengah musim kemarau yang ekstrim dan panjang. Yang diperlukan bukanlah api, tetapi sesuatu yang meneduhkan & menyejukkan. Apalagi polarisasi dalam kontestasi pilpres kali ini boleh dikatakan lebih keras dan ekstrim, ditambah jarak yang makin menganga antar identitas dan kelompok politik. Terus terang saya khawatir jika terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan di negeri ini, kalau kita semua, utamanya para pemimpin dan elit tidak pandai dan tidak arif dalam mengelolanya.

Saya juga meyakini, bahwa meskipun sebagai anggota Wantimpres mungkin Pak Agum Gumelar sangat dekat dengan Pak Jokowi, salah satu capres kita, belum tentu kata-kata Pak Agum itu sepengetahuan atau apalagi atas permintaan Pak Jokowi. Sebab, diantara kami, Pak Jokowi dan saya, berada dalam sikap dan posisi untuk saling menghormati. Secara sosial dan politik, sikap kami ini tentunya baik agar situasi nasional tetap teduh. Secara moralpun memang harus demikian.

Saya hanya minta satu hal kepada teman-teman, termasuk kader Demokrat, yang selama ini aktif berinteraksi dengan Ibu Ani di media sosial, agar untuk sementara tidak mengabarkan berita-berita yang mengganggu hati dan pikiran Ibu Ani. Saya tahu Ibu Ani tidak ingin hidup menyendiri, apalagi merasa terasing lantaran Ibu Ani sedang menderita "blood cancer". Saya tahu Ibu Ani ingin tetap berkomunikasi dengan para sahabat. Namun, sekali lagi, tolong ikut menjaga hati dan perasaan Ibu Ani dengan cara membatasi penyampaian berita atau isu yang bisa menambah beban pikirannya.

Itu saja teman-teman yang ingin saya sampaikan. Selamat berjuang dan teruslah berbuat yang terbaik untuk rakyat dan Indonesia kita.

Salam sayang dan salam hangat dari Ibu Ani dan saya. (SBY ~ Singapura, 15 Maret 2019)

 

 

 


Pernyataan Agum Gumelar

Sebelumnya, dalam sebuah video yang diunggah aktivis Ulin Niam dia akun Faceboo-nya, Agum Gumelar membeber soal karus penculikan aktivis yang melibatkan calon presiden Prabowo Subianto. 

Agum menyatakan, hasil penyelidikan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait kasus pelanggaran HAM berat Prabowo Subianto merekomendasikan pemberhentian Prabowo dari dinas kemiliteran. 

Berikut kutipan pidato Agum Gumelar: 

Subagyo HS, waktu itu Kasad, anggotanya ada 7 orang. Letjen-letjen bintang 3, karena yang diperiksa adalah bintang 3. Yang termasuk di dalamnya adalah letjen almarhum Arif Huma, letjen Yusuf Karta, letjen Djamari Chaniago, Letjen Fachrul Razi, Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen Agum Gumelar. Itulah anggota DKP.

Tugasnya adalah untuk memeriksa kasus ini, kasus pelanggaran HAM berat.

Berjalanlah DKP, bekerjalah DKP sebulan lebih. Memeriksa yang namanya Prabowo Subianto.

Periksa, dari hasil pemeriksaan mendalam, ternyata terdapat fakta bukti yang nyata bahwa dia telah melakukan pelanggaran HAM berat. Saya di samping anggota DKP, Dewan Kehormatan Perwira, saya mantan Danjen Kopassus, Tim Mawar yang melakukan penculikan itu bekas anak buah saya semua tuh. Saya juga pendekatan hati ke hati kepada mereka, di luar kerjaan DKP, karena dia bekas anak buah saya dong.

Ketika dari hati ke hati dan mereka, di sinilah saya tahu bagaimana matinya orang-orang itu, dimana dibuangnya saya tahu itu.

Jadi DKP dengan hasil penemuan ini merekomendasikan kepada panglima TNI, rekomendasinya apa? dengan kesalahannya yang terbukti ini, direkomendasikan agar yang bersangkutan diberhentikan dari dinas militer.

Tanda tangan semua, Subagyo HS  tanda tangan, Agum Gumelar tanda tangan, Susilo Bambang Yudhoyono tanda tangan, semua tanda tangan.

Nah makanya, yang waktu itu tanda tangan rekomendasi kok sekarang malah mendukung. (tertawa) nggak prinsip itu orang. itu fakta yang tidak bisa dihapus. Siapa yang bisa menghapus itu?

Sampai sekarang Amerika, Inggris, Australia: no for Prabowo. Tidak bisa masuk ke Amerika, tidak bisa masuk ke Inggris. Ini fakta, bukan black campaign. Kalau black campaign itu tanpa didukung oleh data. Contohnya kalau black campaign itu Pak Eko jadi Wagub di Jabar, oh pak Eko istrinya 4 nah itu black campaign. Padahal 5. (tertawa).

Ini Fakta bukan black campaign. jadi saya ingin, mengapa kok jadi lupa semua? Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah bangsanya. Satu satuan yang besar, yaitu kopasus. Satu satuan yang besar adalah satuan yang anggotanya mengerti sejarah si kopassus. Tapi lupa, walaupun itu udah lewat lama. Bahwasanya sampai dengan detik ini yang namanya komandan jendral Kopasus ini sudah yang ke-31 sekarang ini. Nyoman ini sekarang komandan yang ke-31. Dari 31 komandan jendral Kopasus, cuma 1 yang diberhentikan dari dinas militer. Siapa dia? Nah.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya