Liputan6.com, Christchurch - Penembakan di dua masjid di Selandia Baru terjadi pada 15 Maret 2019, yakni Masjid Al Noor di Christchurch pada pukul 13.40 waktu setempat dan sebuah masjid lain di Linwood Avenue. Setidaknya 40 orang meninggal dunia akibat insiden tersebut.
Salah satu pelaku penembakan di masjid Selandia Baru, Al Noor di Christchurch mengaku bernama Brenton Tarrant dari Australia. Sebelum melakukan aksi kejamnya, ia memosting manifesto atau pernyataan sikap yang menguak alasannya melancarkan serangan.
Advertisement
Dalam manifesto setebal 73 halaman yang diposting online, pria itu mendeskripsikan diri sebagai, "pria kulit putih biasa."
Pria berusia 28 tahun itu juga mengaku lahir di keluarga kelas pekerja, dengan penghasilan rendah. "...yang memutuskan ambil sikap demi kepastian masa depan orang-orangku," demikian dikutip dari situs News.com.au, Jumat 15 maret 2019.
Pria yang dilaporkan berasal dari Grafton itu mengaku punya tujuan melakukan serangan. "...untuk mengurangi tingkat imigrasi ke tanah-tanah Eropa secara langsung."
Aparat antiterorisme di New South Wales, Australia segera melakukan investigasi setelah menerima laporan bahwa pelaku berasal dari wilayahnya.
Petunjuk lain soal pelaku diketahui dari foto header di akun Twitter milik Brenton Tarrant yang menunjukkan seorang korban serangan teror Bastille Day di Nice, Prancis pada 2016 lalu.
Foto yang diambil fotografer Reuters Eric Gaillard melambangkan serangan teror yang menewaskan 84 orang, kala sebuah truk menabrak kerumunan orang.
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengonfirmasi bahwa salah satu pelaku yang ditahan aparat Selandia Baru adalah warga negaranya.
"Ia adalah seorang ekstremis, pendukung sayap kanan, seorang teoris kejam," kata PM Australia.
Supremasi Kulit Putih
Dalam manifestonya, pelaku penembakan mengaku, serangan tersebut bertujuan, "untuk menunjukkan ke para penyusup bahwa tanah kita tidak akan pernah menjadi tanah mereka, tanah air kita adalah milik kita sendiri dan -- selama orang kulit putih masih hidup -- mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kita..."
Ia membahasakan para imigran sebagai penyusup (intruders).
Tarrant mengaku merencanakan serangan selama lebih dari dua tahun. Namun, baru tiga bulan lalu ia memutuskan Christchurch sebagai target.
Selandia Baru, kata dia, bukan tujuan awal serangannya. "Serangan di Selandia Baru akan memusatkan perhatian pada fakta terjadinya 'penyusupan' terhadap peradaban kita, bahwa tidak ada tempat di dunia ini yang aman, bahwa para penyusup berada di semua tanah kita, bahkan di daerah-daerah terpencil di dunia dan bahwa tidak ada tempat lagi yang aman dan bebas dari imigrasi massal."
Mengklaim sebagai perwakilan dari "jutaan orang Eropa dan warga etno-nasionalis lainnya", Tarrant mengatakan, "kita harus memastikan eksistensi orang-orang kita, masa depan anak-anak kulit putih."
Pria kejam itu mendeskripsikan bahwa serangan yang ia lakukan adalah tindakan balas dendam pada 'penyusup', "... atas ratusan ribu kematian yang disebabkan oleh penyusup asing di tanah Eropa sepanjang sejarah ... untuk perbudakan atas jutaan orang Eropa yang tanah mereka diambil oleh budak Islam ...untuk ribuan nyawa orang Eropa yang hilang karena serangan teror di seluruh tanah Eropa. "
Balas Dendam
Dia juga mengatakan, serangan itu adalah balas dendam atas kematian Ebba Akerlund, bocah berusia 11 tahun yang terbunuh dalam serangan teror 2017 di Stockholm.
Tarrant menggambarkan serangan Stockholm sebagai "peristiwa pertama" yang menginspirasinya untuk melakukan serangan, terutama kematian gadis berusia 11 tahun itu.
Tarrant mengatakan dia tidak merasa menyesal atas serangan itu. "Saya hanya berharap saya bisa membunuh lebih banyak penyusup, juga lebih banyak pengkhianat."
Dia juga mengatakan akan mengaku tidak bersalah jika selamat dan diseret ke pengadilan.
Dalam postingan di di forum 8chan, pengguna yang mengidentifikasi dirinya sebagai Tarrant sempat mengumumkan dia akan melakukan serangan itu.
"Saya akan menyerang para penyusup, dan bahkan akan live streaming aksi itu melalui facebook," tulisnya, dengan tautan ke halaman Facebook-nya. "Jika aku tidak selamat dari serangan itu, selamat tinggal, Tuhan, dan aku akan melihat kalian semua di Valhalla!"
Dan, di satu foto, ia menulis kalimat, "untuk Rotherham, Alexandre Bissonnette, Luca Traini".
Bissonnette dijatuhi hukuman 40 tahun karena melakukan penembakan di sebuah masjid di Quebec pada 2017 yang menewaskan 6 orang.
Sementara, Traini, seorang pria Italia, menjalani hukuman 12 tahun penjara karena melakukan penembakan terhadap enam imigran asal Afrika dalam serangan bermotif rasial pada Oktober tahun lalu.
Tarrant juga sering memposting tautan ke artikel tentang ekstremisme di Eropa, multikulturalisme, dan serangan teror sebelumnya.
Saksikan juga video terkait penembakan di masjid Selandia Baru berikut ini:
Korban Terus Bertambah
Kabar yang beredar menyebut jumlah korban tewas akibat serangan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru terus bertambah. Saat ini mencapai 49 orang tewas.
Sedangkan menurut media Radio NZ, jumlah korban luka-luka mencapai 48. Mereka telah mendapatkan penanganan medis saat ini, di Christchurch Hospital. Menurut Kepala Eksekutif Dewan kesehatan Distrik Canterbury, pasien memiliki usia yang beragam dari anak-anak hingga dewasa.
Pada kesempatan yang sama, PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengutuk insiden penembakan. Ia mengatakannya sebagai "serangan teroris" yang menjadi salah satu sejarah kelam bagi negaranya.
Saat ini, empat orang terduga pelaku telah ditangkap oleh pihak kepolisian, tiga orang berjenis kelamin laki-laki dan satu lainnya perempuan.
Tersangka yang telah ditahan, dikonfirmasi merupakan warga negara Selandia Baru yang dilahirkan di Australia. Ia disebut-sebut merupakan ekstremis sayap kanan. Meskipun demikian, saat ini diketahui bahwa mereka tidak termasuk sebagai anggota kelompok teroris yang dimiliki oleh pemerintah.
Pihak pemerintah percaya bahwa Selandia Baru dipilih karena selama ini dikenal dengan perdamaiannya, termasuk penghargaan pada keberagaman. Teroris memilih negaranya, menurut Ardern, karena selama ini memiliki citra baik yang menghargai orang-orang termasuk para pengungsi yang membutuhkan bantuan.
Saat ini, Ardern mengatakan bahwa pihak pemerintah telah menerjunkan personel kepolisian tambahan untuk "mengunci" Kota Christchurch. Hal itu dilakukan untuk tidak memberi celah bagi terduga pelaku lain untuk melarikan diri.
Advertisement