Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Mochammad Afiffudin menyebut, ada 92 kabupaten yang memproduksi hoaks. Tapi, ia tak merinci secara pasti kabupaten mana saja yang dimaksud.
"Ada 92 kabupaten/kota yang kategorinya tinggi dalam memproduksi informasi tidak benar dalam indeks kerawanan kita," kata Afif di Hotel Mercure, Bali, Jumat (15/3/2019).
Advertisement
Selain itu, dengan adanya penyebaran berita bohong bisa berdampak negatif bagi Bawaslu dan juga Komisi Pemilihan Umum (KPU). Salah satunya bisa berdampak sampai kekerasan fisik.
"Jadi sebenarnya bagi penyelenggara, berita bohong ini selain berhubungan dengan bisa jadi pidana pemilu yang pelanggarannya tetapi bisa jadi juga ke kitanya itu berdampak lain. Bisa berdampak kekerasan dalam tanda kutip, kekerasan itu bisa dari segi fisik maupun non fisik," ungkapnya.
Ia pun mencontohkan salah satu penyebaran berita bohong yang berdampak negatif bagi Bawaslu dan KPU yakni soal hoaks tujuh kontainer beberapa bulan lalu.
"Misalnya begini, penyebaran hoax 7 kontainer itu dampaknya yang mau disasar kan ketidakpercayaan ke KPU dan Bawaslu. Begitu orang tidak percaya, semua nyindir ke kita seperti 'apalah kalian ini, KPU Bawaslu, masa surat suara kalian coblos coblosin, dicetak duluan'. Nah ini dampaknya, kalau orang tidak mengecek fakta-fakta lagi maka dia akan muncul apa yang disebut sebagai kebencian kejengkelan dan ketidaksukaan terhadap penyelenggara pemilu," jelasnya.
"Itu terjadi masif sekarang ke akun-akun pribadi kita, ini bukannya untuk mendramatisir. Sekarang, akun pribadi kita Bawaslu dan teman-teman KPU itu isinya banyak mention seperti "tuh urusin tuh 7 kontainer kalian nggak becus dilaknat Tuhan ingat ada neraka". Itu ya maksud saya ya penting gerakan seperti ini menjadi langkah awal kita bisa jadi pasca pemilihan," sambungnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Media Abal-Abal
Selain itu, Afif mengatakan, penyebaran hoaks atau berita tidak benar juga tak lagi dalam bentuk spanduk atau sejenisnya. Tapi, penyebaran hoaks sekarang melalui media sosial yang gampang diakses masyarakat.
"Soal berita bohong sebelum Pemilu 2019 ini belum ada paparan tentang ini kalau berita bohong atau katakanlah berita negatif atau ujaran kebencian. Kalau itu ditempel di spanduk, sementara kalau spanduknya dicopot ya selesai misalnya hal-hal yang di Kebon Kacang kita ambil barangnya itu selesai," kata Afif.
Modus yang sekarang terjadi, kata dia, dibuat media abal-abal, kemudian dicapture di medsos, sementara medianya ditutup dan tidak bisa lagi di verifikasi. "Dan ini adalah daya rusak bagi kami dalam kaitan dengan penyelenggaraan pemilu," sambungnya.
Menurutnya, hal-hal seperti itu kini menjadi tantangan baru dalam memerangi pemberitaan tak benar atau hoaks. Dan itu juga memakan waktu yang ekstra bagi Bawaslu dan KPU.
"Ini menyita energi baik KPU maupun Bawaslu, tetapi sekaligus tantangan. Makanya di indeks kerawanan kami juga pemetaan kerawanan pemilu diantaranya diinisiasi oleh penyebaran hoaks," ujar Afif.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka
Advertisement