Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief menyatakan, pihaknya sangat menyesalkan adanya jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama. Dalam kasus ini, tiga orang menjadi tersangka, termasuk Ketua Umum PPP Romahurmuziy.
"KPK sangat miris dan menyesalkan terjadinya kembali jual beli jabatan di kementerian yang seharusnya memberikan contoh baik bagi instansi lain," kata Laode dalam jumpa pers di KPK, Sabtu (16/3/2019).
Advertisement
Dia mengatakan, seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi pada Kementerian Agama 2018-2019 sebenarnya diharapkan menutup ruang korupsi dan menjadi ajang penjaringan aparatur sipil negara (ASN) dengan kompetensi terbaik untuk jabatan yang tepat sehingga dapat bekerja maksimal melayani rakyat.
Laode menuturkan, KPK cukup banyak memproses pelaku korupsi dari sektor politik, yaitu anggota DPR 70 orang, DPD 1 orang, DPRD 165 orang, dan kepala daerah 108 orang. Setidaknya, kata dia, 344 orang pelaku korupsi yang diproses KPK adalah mereka yang menduduki jabatan politik.
"Korupsi ini dilakukan bersama pihak-pihak lain di kementerian, daerah dan swasta, sehingga diperkirakan lebih dari 60 persen pelaku korupsi yang diproses KPK merupakan kasus korupsi di sektor politik," kata Laode.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
3 Tersangka
KPK menetapkan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Romi sebagai tersangka kasus suap seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama tahun 2018-2019.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan tiga orang jadi tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dalam jumpa pers di KPK, Sabtu (16/3/2019).
Selain Romahurmuziy, KPK juga menetapkan dua orang lainnya yaitu Kepala Kantor Kemenag Gresik MFQ dan Kepala Kanwil Kementerian Agama, Jawa Timur HRS.
Laode mengatakan, sebagai pihak penerima suap, Romahurmuziy dan kawan-kawan atau pihak dari Kemenag disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi MFQ disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi HRS disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Advertisement