Racikan Sinema Bunyi Tradisi Dayak dari Balaan Tumaan Ensemble

Selama kurang lebih 60 menit, penonton dihibur dengan arsip audio visual ritual masyarakat adat Dayak dan Melayu yang tertuang dalam tradisi musik vokal.

oleh Putu Elmira diperbarui 17 Mar 2019, 16:00 WIB
Balaan Tumaan Ensemble. (dok. Pentas Ruang Kreatif/Indah Permata Niska)

Liputan6.com, Jakarta - Galeri Indonesia Kaya kembali menyajikan pertunjukan dari salah satu dari 14 kelompok terpilih dalam Program Program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia. Pada Sabtu, 16 Maret 2019, giliran kelompok Balaan Tumaan Ensemble mempersembahkan pertunjukan bertajuk HNNOH: Sinema Bunyi yang mengangkat budaya Dayak dan Melayu. 

Kelompok yang berasal dari Pontianak itu menghibur para penikmat seni di Auditorium Galeri Indonesia Kaya dengan karya kolektif yang berbasis pada arsip audio-visual tradisi musik vokal dalam ritual pada masyarakat Melayu dan Dayak, Kalimantan Barat.

Dalam bahasa Dayak Kayaan, Balaan berarti tepi/tepian, batas, sedangkan Tuman berarti pertemuan. Berdasarkan mitologi Dayak Kayaan, bumi seperti mangkuk yang tertelungkup dengan langit sebagai selimutnya.

Istilah Balaan Tumaan memiliki makna sebagai titik pertemuan atau batas pertemuan antara bumi dan langit di tiap ujung pandangan. Secara paradoks, bisa juga diinterpretasikan sebagai sebuah ujung tempat bertemu yang belum tentu mempertemukan, karena menemukan berarti merelakan.

Nursalim Yadi Anugerah, pimpinan produksi HNNOH: Sinema Bunyi, menerangkan pertunjukan yang ditampilkan hari itu merupakan wujud keresahan dan kekhawatiran kami tentang arsip-arsip tradisi Dayak yang perlahan mati dimakan oleh zaman. Maka itu, ia dan kelompoknya fokus menjadi laboratorium penciptaan musik baru berbasis tradisi.

"Riset yang kami lakukan fokus pada musik tradisi di Kalimantan, mulai dari pemetaan hingga penggalian secara mendalam sehingga penggalian kami menjadi sebuah arsip yang berbentuk dokumentasi audio, visual, dan juga tertulis. Melalui pertunjukan ini, kami ingin mengajak generasi muda yang hadir di Galeri Indonesia Kaya untuk ikut melestarikan dan mencintai sejarah maupun tradisi dari suku Dayak," ujar Nursalim.

 


Kelompok Seni Kelas Dunia

Balaan Tumaan Ensemble. (dok. Pentas Ruang Kreatif/Indah Permata Niska)

Selama kurang lebih 60 menit, penonton dihibur dengan arsip audio visual ritual masyarakat adat Dayak dan Melayu yang tertuang dalam tradisi musik vokal. Pertunjukan HNNOH semakin indah dengan iringan dari instrumen musik tradisional dan modern seperti kontrabass, kaldii, dau, gong, bass drum, sape hingga biola.

Musik vokal dalam sebuah ritual, khususnya masyarakat tradisional Kalimantan tidak dapat dipisahkan. Menurut Nursalim, karena kata-kata dan nyanyian bersifat intuitif, improvisasi, namun tetap memiliki substansi kuat baik secara komunikasi dengan leluhur, Tuhan,maupun pada aspek bunyi sebagai bentuk artistik.

Debut Balaan Tumaan Ensemble dimulai pada Oktober 2014. Lewat program muhibah seni, Balaan Tumaan menampilkan karya-karya seninya di Prancis, Belgia dan Jerman. Beberapa kolaborasi juga dilakukan, antara lain bersama Arum Sih Gamelan Orkester (Bremen, 2014), kolaborasi bersama Kevin Lock dan Wayne Silas (Musisi Natif Amerika) pada 2015.

Pada 2016, bekerja sama dengan komponis dan sound designer dari Jepang, Yasuhiro Morinaga, mereka terlibat dalam riset dan proyek pementasan inter disiplin berjudul Marginal Gong di Spiral Hall, Tokyo. Selain proyek kolaborasi, Balaan Tumaan juga aktif menghadirkan karya-karya musik baru lewat pementasan, juga forum diskusi musik.

"Hari ini, seniman-seniman muda dari Balaan Tumaan Ensemble berhasil mengajak penikmat seni untuk berimajinasi dengan sebuah pertunjukan kontemporer yang kental dengan unsur-unsur kebudayaan suku Dayak, disertai dengan visualisasi dan bahasa yang sederhana namun tetap imajinatif," ujar Garin Nugroho selaku mentor. (Indah Permata Niska)

Saksikan video pilihan di bawah ini :

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya