Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan bahwa ungkapan populer Bung Karno yakni jangan sekali-kali melupakan sejarah atau 'Jas merah' tidak bisa dianggap enteng. Ternyata makna serta dampak psikologisnya besar sekali.
Sebab, minimnya ruang pengetahuan akan sejarah bangsanya sendiri, dikhawatirkan kemudian akan diisi dengan pengetahuan sejarah yang salah, sehingga menimbulkan pemahaman yang keliru dan pada akhirnya melakukan hal yang sangat buruk. Seperti kasus aksi terorisme pembunuhan jamaah dua masjid di Christchurch, Selandia Baru.
Advertisement
Hal tersebut diungkapkannya di hadapan sekitar lebih dari 300 masyarakat seputar Jakarta Selatan peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kerjasama MPR dengan Yayasan Cahaya Abadi Sejahtera, di Aula Pertemuan kompleks Masjid Raya Al Ittihaad, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (17/3/2019).
Dalam aksi brutal tersebut, lanjut HNW, dari manifesto yang dibuat, teroris memiliki kebencian mendalam kepada para imigran yang disebutnya penjajah. Padahal si teroris adalah berkebangsaan Australia dan rasnya adalah imigran yang menjajah tanah Australia dari penduduk aslinya Aborigin dan dia sendiri di Selandia Baru adalah imigran.
"Itulah bukti bahwa pengetahuan sejarah si teroris sangat rendah sehingga apa yang diyakininya menjadi salah dan merugikan banyak orang. Itulah mengapa pemahaman dan pengetahuan sejarah yang benar sangat penting, demi menghindari mispersepsi sejarah yang sangat fatal," ujarnya.
Dalam konteks Indonesia, diungkapkan HNW, ada juga terjadi fenomena minimnya pengetahuan sejarah tentang siapa saja elemen-elemen bangsa yang membentuk negara RI, yang menyelamatkan Pancasila dan NKRI. Antara lain fenomena Islamophobia.
Islamophobia muncul disebabkan pemahaman yang keliru, seolah-olah tidak ada perannya umat Islam sebagai salah satu elemen besar bangsa ini dalam sejarah-sejarah penting Indonesia tersebut. Islamophobia juga secara sepihak, melabelkan kegiatan-kegiatan besar umat sebagai radikal, anti Pancasila dan NKRI.
"Padahal jika melihat sejarah secara benar maka akan tertoreh dengan tinta emas dalam sejarah bangsa tentang toleransinya umat Islam dalam berbagai peristiwa sejarah, seperti peristiwa penghapusan kata awal sila pertama Pancasila dan kembalinya bentuk negara dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi NKRI hingga saat ini. Lalu darimana logikanya umat Islam itu anti Pancasila dan NKRI," katanya.
Bahkan, diungkapkan HNW, kiprah umat Islam sampai ke hal-hal sederhana namun berdampak besar yakni menciptakan lagu mars perjuangan yang selalu dinyanyikan hingga kini yakni salah satunya lagu Hari Merdeka (17 Agustus) yang diciptakan Al Habib Muhammad Ibn Al Husein Al Muthahar atau dikenal dengan nama H. Mutahar. Lagu-lagu perjuangan gubahannya lainnya adalah lagu Hymne Syukur dan Hymne Pramuka.
"Beliau juga yang memprakarsai terbentuknya Paskibraka, beliau tokoh utama kepanduan Pramuka. Beliaulah sosok yang dipercaya Bung Karno menyelamatkan Sang Saka Merah Putih yang akan dirampas penjajah," tambahnya.
Sebaliknya, HNW juga mengingatkan, umat Islam juga harus betul-betul juga memahami sejarah bangsa dan negara. Jangan sekali-kali ada umat Islam yang membid'ah-bid'ahkan bahkan mengkafirkan Indonesia, Pancasila, UUD dan NKRI. Indonesia adalah warisan perjuangan para ulama, kyai, habaib baik yang ada di organisasi dan partai Islam.
"Intinya, saya tegaskan sekali lagi, jangan sekali-kali bangsa Indonesia seluruhnya melupakan sejarah Pancasila, sejarah UUD, sejarah NKRI dan sejarah Bhinneka Tunggal Ika," tandasnya.