Gandeng LAPAN, Kemenko Perekonomian Manfaatkan Data Buat Kebijakan

Kemenko Bidang Perekonomian dan LAPAN teken MoU sebagai bentuk landasan untuk mendukung percepatan program prioritas nasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2019, 12:27 WIB
Kemenko Bidang Perekonomian dan LAPAN bekerja sama memanfaatkan sains teknologi penerbangan dan antariksa dengan tekan MoU pada Selasa (19/3/2019) (Foto: Merdeka.com/Dwi Aditya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian bersama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerja sama memanfaatkan sains teknologi penerbangan dan antariksa untuk mendukung kebijakan prioritas nasional.

Kerja sama ini dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dan Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin, di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (19/3/2019).

Susiwijono menyampaikan, nota kesepahaman yang diinisiasi sejak Januari 2019 ini akan berlaku selama lima tahun sejak ditandatangani. Selanjutnya, pelaksanaan nota kesepahaman ini akan dituangkan kembali dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS).

"Kami mengapresiasi adanya Nota Kesepahaman ini karena kebijakan yang tepat membutuhkan data yang valid dan akurat," ujar Susiwjono saat memberikan sambutannya.

Nota Kesepahaman ini juga sebagai bentuk landasan untuk mendukung percepatan program prioritas nasional. Seperti misalnya percepatan kebijakan satu peta, moratorium sawit, peenyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, dan Online Single Submission (OSS).

Hal ini diharapkan program-program tersebut, dapat mengatasi masalah lintas sektoral Kementerian Lembaga, dan pemerintah daerah.

Kemudian manfaat lainnya adalah untuk meningkatkan kepastian berusaha, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta dapat meningkatkan kesehjateraan masyarakat. 

"Kami di kemenko betul-betul akan memanfaatkan ini untuk mendukung berbagai program prioritas nasional, kami sering sampaikan di kemenko ini ada kurang lebih ada 25 program prioritas nasional yang sbagian besar akan butuhkan dukungan data dan referensi dari data-data LAPAN," pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Butuh Penyediaan Data Spasial yang Akurat

Di tempat yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Wahyu Utomo menyatakan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan dan program prioritas nasional, dibutuhkan penyediaan data spasial yang akurat, salah satunya adalah data penginderaan jauh. 

Misalnya, pemanfaatan data penginderaan jauh pada kebijakan satu peta untuk penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan lahan dalam rangka pembangunan nasional dan daerah.

Contoh lainnya adalah dalam pelaksanaan moratorium sawit untuk penertiban izin perkebunan kelapa sawit.

"Kerja sama ini perlu terus didorong agar dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Tiap tahunnya akan dilakukan evaluasi, baik untuk perubahan maupun penajaman. Kita harus bersungguh-sungguh menggunakan data dan peta yang terintegrasi, terakurat, dan terbaru untuk merancang pembangunan berkelanjutan," tutur Wahyu.

Adapun ruang lingkup dari nota kesepahaman ini tidak hanya memuat tentang pemanfaatan dan diseminasi hasil penelitian, namun juga terkait pengembangan kapasitas sumber daya manusia di seluruh aspek pekerjaan bersama, serta pemanfaatan fasilitas dan sarana prasarana kedua belah pihak. 

"Ke depannya, kerja sama ini juga perlu terus didorong agar dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Persoalan tumpang tindih, konflik sosial, dan penyalahgunaan sumber daya alam memang perlu didukung berbagai pihak," ujar Wahyu.

Sementara itu, Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin menyoroti efisiensi yang dapat dicapai dengan adanya kebijakan satu pintu dalam memanfaatkan layanan citra satelit dari LAPAN untuk digunakan seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L).

Menurut dia, dengan memanfaatkan layanan dari LAPAN, Indonesia bisa menghemat anggaran negara triliunan rupiah. 

"Kalau dihitung nilai ekonominya, kita bisa menghemat sekitar Rp 3 triliun untuk tahun 2015, Rp 5 triliun untuk tahun 2016, Rp 7 triliun untuk tahun 2017, dan Rp 13 triliun untuk tahun 2018. Jadi, termasuk dengan adanya nota kesepahaman ini, kita berkontribusi dalam penghematan anggaran yang jumlahnya luar bisa," ujar Thomas.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya