Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia menerima kunjungan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gary Quinlan di Kantor Pusat MUI, Jakarta 19 Maret 2019.
Pertemuan itu ditujukan untuk membahas situasi teror penembakan di dua masjid di Christchurch (Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre) pada 15 Maret lalu yang menewaskan 50 orang dan melukai 50 lainnya. Seorang korban jiwa dan dua yang terluka (ayah dan putra kecilnya) merupakan WNI.
Baca Juga
Advertisement
Pelaku penembakan, Brenton Tarrant (28) merupakan warga negara Australia yang berdomisili di Christchurch, Selandia Baru sejak beberapa tahun terakhir. Pria yang mengklaim sebagai pendukung "supremasi kulit putih" itu telah ditangkap dan didakwa pada 16 Maret dengan pasal pembunuhan, serta akan dijerat dengan tuntutan lain dalam persidangan lanjutan April nanti, kata otoritas.
"Atas nama pemerintah Australia, kami berbelasungkawa sedalam-dalamnya, kepada seluruh korban dan semua umat Islam di dunia," kata Quinlan, Selasa (19/3/2019).
"Saya memahami seorang warga Indonesia tewas, dua orang Indonesia lainnya, yang merupakan ayah dan anak, juga terluka akibat serangan itu. Saya turut berduka dan bersimpati kepada mereka," jelasnya.
Quinlan juga mengutuk aksi teror pelaku yang merupakan warga Negeri Kanguru dan mengatakan bahwa tindakannya tidak dapat dibenarkan atas alasan apapun.
"Kita semua menghadapi musuh bersama, yakni teror dan terorisme. Tidak memandang siapa pelakunya, siapa korbannya, serta apa alasannya, teror dan terorisme adalah musuh kita semua," tambahnya.
MUI Mengutuk Keras
Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI, Muhyiddin Junaedi mengatakan, "Kami mengutuk keras tragedi kemanusiaan yang berbau rasis tersebut, apalagi dilakukan di rumah ibadah saat ritual sedang diselenggarakan."
"Kami juga mendesak pemerintah Selandia Baru memberikan hukuman yang seberat mungkin sesuai dengan hukum yang berlaku, agar ada efek jera dan tidak terulang kejadian yang sama di kemudian hari."
Bercermin dari Teror Christchurch
Mengambil pelajaran dari teror penembakan di Christchurch, Dubes Quinlan mengatakan bahwa "sudah saatnya kita merespons dengan satu kesatuan."
"Respons kita harus menekankan pada pentingya untuk menerima dan menghargai semua komunitas yang ada di dunia, Islam, Kristen, semua agama, dan suku-bangsa apapun."
Teror di Christchurch, kata Quinlan, juga memicu Australia semakin bertekad untuk mengenal Islam secara lebih dekat.
"Setelah teror Christchurch, Perdana Menteri kami, Scott Morrison, dan para menteri langsung berkunjung ke komunitas muslim lokal, bertemu dengan pemuka agama setempat demi menunjukkan bahwa Australia bersama umat muslim."
"Australia juga mengadakan hari doa dan berkabung nasional, dua hari usai teror Christchurch ... menunjukkan solidaritas kami dengan muslim dan tekad kami untuk semakin belajar memahami Islam," jelas Quinlan.
Sementara itu, pihak MUI mengapresiasi sikap pemerintah Australia pasca-teror Christchurch.
"Kami mengapresiasi sikap Australia yang berkomitmen untuk mengatasi Islamofobia guna mencegah kekerasan dan teror terhadap umat Islam tidak terjadi lagi," kata Muhyiddin.
Sikap Quinlan mencerminkan apa yang telah diutarakan oleh PM Scott Morrison. Tepat ketika kasus teror itu mencuat, Morrison menyatakan dukungannya kepada Selandia Baru dan mengutuk penembakan itu sebagai "serangan teroris brutal, ekstremis, sayap kanan."
"Kami marah dan kami berdiri di sini dan benar-benar mengutuk serangan yang terjadi oleh seorang ekstremis, teroris sayap kanan yang telah merenggut nyawa dalam serangan dan pembunuhan ganas," kata sang PM Australia.
Advertisement
Setop Siklus Kebencian, Menjaga Hubungan Harmonis
Muncul kekhawatiran bahwa penembakan di masjid Selandia Baru mampu menimbulkan efek riak berupa teror yang terinspirasi pelaku di Christchurch atau teror balas dendam bagi para korban. Tak terkecuali Australia, yang mana seorang pelaku merupakan warga negara itu.
"Tentu kami khawatir tentang potensi kerawanan itu," kata Dubes Quinlan di Kantor MUI Pusat di Jakarta, seraya menambahkan bahwa Kedutaan Australia senantiasa aktif memberikan perlindungan kepada warga negaranya di manapun.
"Patut diingat bahwa siklus kebencian dan kekerasan mungkin bisa terjadi. Tapi kita harus bertindak, kita harus hentikan kebencian dan kekerasan," jelasnya.
"Termasuk menghentikan kebencian dan kekerasan yang beredar di media dan media sosial," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI, Muhyiddin Junaedi mengatakan, "Kami meminta umat Islam di manapun mereka berada untuk menjaga hubungan baik dan harmonis dengan semua pihak."
Quinlan menyarankan bahwa langkah nyata yang bisa dilakukan oleh Australia dan Indonesia untuk menghentikan siklus kebencian dan menjaga hubungan harmonis adalah dengan memperbanyak dialog lintas agama.
"Kita butuh tindakan yang berasis komunitas demi kepentingan bersama."
"Mengutip apa yang dikatakan oleh PM Morrison kepada Presiden Jokowi, 'saya ingin Australia belajar memahami Islam dari Islam-nya bangsa Indonesia'," kata mantan Dubes Australia untuk PBB itu.
Simak video pilihan berikut: