Liputan6.com, Seoul - Menteri Pertahanan Korea Selatan mengatakan, masih terlalu dini untuk menyebut bahwa Korea Utara akan kembali mengembangkan atau bahkan akan meluncurkan rudal antarbenua.
Tapi, ia juga meengatakan ada tanda-tanda kelanjutan aktivitas nuklir di Korea Utara, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Pernyataan yang disampaikan oleh Menhan Jeong Kyeong-doo dalam pertemuan di parlemen Senin 17 Maret 2019 kemarin menepis sejumlah laporan yang mengatakan bahwa negara tersebut kembali melakukan aktivitas yang melanggar sanksi-sanksi Dewan Keamanan PBB tersebut.
Awal Maret 2019 atau beberapa hari usai KTT ke-2 Pemimpin Kim Jong-un dan Presiden Donald Trump, beberapa lembaga think-tank Amerika Serikat dan pejabat Korea Selatan melaporkan bahwa Korea Utara diduga kembali melakukan pengembangan rudal dan diperkirakan akan meluncurkan salah satunya dari lokasi peluncuran roket Sohae di Tongchang-ri.
Baca Juga
Advertisement
Fasilitas itu telah digunakan di masa lalu untuk meluncurkan satelit tetapi tidak untuk rudal balistik antarbenua (ICBM) yang mampu membawa hulu ledak nuklir.
Namun, Menhan Negeri Ginseng menganggap skeptis laporan tersebut.
"Sangat tergesa-gesa menyebutnya aktivitas yang terkait dengan rudal," Menteri Pertahanan Jeong Kyeong-doo mengatakan kepada komite pertahanan parlemen Korea Selatan, seperti dikutip dari Japan Times, Selasa (19/3/2019).
"Tongchang-ri adalah situs peluncuran tetapi kami tidak melihat aktivitas apa pun yang dilakukan (oleh Korea Utara) untuk peluncuran rudal."
Menteri Unifikasi Antar-Korea (di bawah kabinet Korea Selatan), Cho Myoung-gyon mengatakan kepada panel parlemen terpisah bahwa ada kemungkinan bahwa perkembangan baru-baru ini di situs rudal adalah untuk meningkatkan pengaruh Korea Utara dalam negosiasi.
"Tapi, analisis menyeluruh diperlukan untuk mengetahui maksud pastinya," kata Cho.
Dia mengatakan bahwa ada tanda-tanda rekonstruksi di Sohae sejak akhir tahun lalu dan bahwa pembangunan kembali sekarang telah dilakukan ke "tingkat yang substansial."
Para analis di Pusat Studi Nonproliferasi James Martin di California mengatakan mereka memperkirakan bahwa pembangunan kembali di Sohae tampaknya dimulai sesaat sebelum Presiden Trump bertemu dengan Pemimpin Kim Jong-un di pertemuan puncak ke-2 di Hanoi, Vietnam akhir bulan lalu.
KTT itu berakhir tanpa kesepakatan akibat kedua belah pihak bersedia untuk memenuhi usulan yang disampaikan.
AS ingin agar Korea Utara melakukan denuklirisasi total (CVID). Sementara Korea Utara meminta pencabutan sejumlah sanksi substansial yang dijatuhkan AS pada negara itu karena uji coba nuklir dan misilnya.
Simak video pilihan berikut:
Korea Utara Tunda Pertemuan Lanjutan dengan AS
Sementara itu pada hari Jumat, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui mengatakan kepada para diplomat dan wartawan asing di Pyongyang bahwa Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sedang mempertimbangkan untuk menunda pembicaraan dengan Amerika Serikat dan mungkin kembali melakukan uji coba rudal dan nuklir kecuali AS membuat konsesi.
Korea Utara telah menggunakan Sohae untuk meluncurkan satelit ke luar angkasa sejak 2011, dan Amerika Serikat mengatakan fasilitas itu telah membantu mengembangkan teknologi rudal.
Pekan lalu, North 38, sebuah kelompok yang memantau Korea Utara, melaporkan bahwa tidak ada kegiatan baru di Sohae sejak 8 Maret.
Pada hari Jumat, kelompok itu melaporkan bahwa citra satelit tidak menunjukkan aktivitas di kompleks reaktor nuklir Yongbyon Korea Utara, atau di fasilitas yang telah dibongkar di lokasi uji coba nuklir Punggye-ri.
Advertisement