Liputan6.com, Denpasar Pendapatan tak berbanding lurus dengan rasa cuku. Meski sudah bergaji besar, namun uang masih membutakan mata dan hati Uning Suwandari alias Wanda (54) selaku Executive Director PT Royal Bali Leisure.
Wanita asal Solo, Jawa Tengah ini mencederai kepercayaan yang diberikan kepadanya melalui tindakan tak terpuji. Ya, Uning malah menilep uang perusahaan dalam hal pengurusan izin hingga Rp 70 juta. Bak jatuh tertimpa tangga, setelah dipecat dari perusahaan ia kini duduk di kursi pesakitan. Semua diawali dari sikap rakus nan serakah.
Cerita itu diungkapkan oleh jaksa Ni Luh Oka Ariani dalam dakwaannya yang menyatakan Uning sudah bersalah menggelapkan uang dan menyalahgunakan jabatan sebagaimana diatur dalam pasal 374 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama sepuluh bulan. Dengan hukuman masa percobaan selama satu tahun dan enam bulan," baca Jaksa Oka di hadapan Majelis Hakim pimpinan Dewa Budi Wadsara di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (19/3/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dalam dakwaan sebelumnya disebutkan terdakwa Uning yang tinggal di Jalan Danau Tamblingan VI, Lingkungan Taman Griya Jimbaran, Kuta Selatan ini ditangkap polisi atas laporan penggelapan uang sebesar Rp 70 juta pada Oktober 2016, lalu.
Pada awal Oktober 2006 Uning diangkat resmi sebagai Executive Director PT Royal Bali Leisure bertempat di Jalan Pratama 68 A, Kelurahan Benoa Kabupaten Badung. Di perusahaan ini terdakwa di gaji Rp90 juta.
Selanjutnya pada awal bulan Oktober 2016 terdakwa mendapat mandat mengurus Izin Gangguan atau HO ke Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Badung.
"Tugas tersebut langsung diperintahkan oleh saksi, Alan Charles Thomas selaku Presiden Direktur PT Royal Bali Leisure. Untuk mengurus izin gangguan," jelas jaksa dalam dakwaannya.
Terdakwa mengajukan permohonan daftar ulang izin gangguan ke dinas yang dituju. Setelah melalui proses, akhirnya pada 24 Oktober surat izin gangguan dikeluarkan atau diterbitkan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Badung dan dikenakan biaya retribusi sebagaimana tertera dalam lampiran surat tersebut sebesar Rp5 juta.
Namun keserakahan terdakwa yang belum merasa puas dengan gaji Rp 90 juta justru memasukkan laporan biaya pengeluaran pengurusan izin tersebut ke perusahaan sebesar Rp 75 juta.
Saat audit keuangan dari pihak acconting perusahaan, ditemukan adanya selisih pengeluaran uang perusahaan. Di mana tertulis dalam retribusi biaya pengurusan izin gangguan (HO) sebesar Rp 5 juta sedangkan uang yang dikeluarkan sebesar Rp 75 juta. Saat dipertanyakan, terdakwa tidak dapat mempertanggungjawabkan uang sisa lagi Rp70 juta. Atas permasalahan ini terdakwa dilaporkan ke polisi.
Simak video pilihan berikut: