Liputan6.com, Wellington - Seorang pemimpin senior sebuah masjid di Selandia Baru mengatakan telah memaafkan pelaku penembakan, meskipun istrinya menjadi salah satu dari 50 korban serangan yang terjadi pada Jumat, 15 Maret lalu.
Menurut Farid Ahmed, memaafkan pelaku penembakan masjid itu adalah apa yang diinginkan istrinya, Husna.
"Aku kehilangan istriku, namun aku tidak membenci pembunuhnya," katanya kepada media Selandia Baru Newshub, dikutip pada Rabu (20/3/2019).
Baca Juga
Advertisement
"Sebagai (sesama) manusia, saya mencintainya. Tapi maaf saya tidak bisa mendukung apa yang dilakukannya," lanjutnya.
Farid mengatakan bahwa Brenton Tarrant, pelaku penembakan di dua masjid Kota Christchurch, Selandia Baru mungkin pernah merasakan sakit dalam hidupnya.
"Saya pikir mungkin dia mengalami beberapa trauma dalam hidupnya, namun tidak bisa menerjemahkan sakitnya dalam kebaikan. Itulah sebabnya ia melakukan hal salah," kata Farid. "Pelaku yang melakukan tindakan terorisme mereka ingin membuat orang merasa takut. Dia ingin mengadu domba satu kelompok dengan yang lain; mungkin itu yang mereka harapkan."
"Jika dia menargetkan Muslim, mungkin dia (berfikir) Muslim akan membalasnya. Namun kami, pemimpin Muslim mengatakan hal itu tidak akan terjadi," lanjutnya. "Kami tidak akan membiarkan Anda untuk merasa takut atau membenci orang lain karena serangan yang menghebohkan."
"Saya tidak membencinya sama sekali, saya tidak membencinya sama sekali, tidak sama sekali. Saya berdoa untuknya (pelaku serangan)," katanya.
Siamk pula video pilihan berikut:
Kronologi Kejadian
Dalam kesempatan yang sama, Farid menceritakan kronologi penembakan di Masjid Al Noor, tempat di mana ia dan istrinya beraktivitas pada Jumat siang itu.
Beberapa saat sebelum serangan terjadi, Farid tengah memberikan khotbah. Sedangkan Husna, istrinya, tengah mengelola sebuah kelas untuk anak-anak di Masjid Al Noor.
Saat Brenton Tarrant, pelaku penembakan memasuki masjid, Husna segera bertindak taktis menyelamatkan perempuan dan anak-anak. Ia memimpin mereka untuk pergi dari masjid.
Saat itu, Husna dan Farid berada di bilik terpisah, di mana ruangan perempuan lebih aman dibandingkan dengan laki-laki. Sang suami sudah siap mati, mengingat ia menggunakan kursi roda dan tidak bisa berlari.
"Kupikir aku tidak akan keluar, dan aku siap mati. Itulah sebabnya saat ini aku hanya berpikir, 'Tidak ada gunanya panik, aku lebih baik menjadi tenang dan siap'," kata Farid.
Namun ternyata, Husna kembali ke dalam masjid untuk menyelamatkan suaminya setelah kaum perempuan dan anak berada di tempat relatif aman.
"Itulah sewaktu dia kembali ke gerbang (masjid), itulah saatnya," tuturnya.
Pada Jumat setelah beberapa jam penembakan berlalu, farid berbicara kepada media, berharap Husna baik-baik saja.
"Pada tahap ini, saya tidak tahu di mana istri saya berada, dia ada di ruang wanita," katanya.
Beberapa saat kemudian, ia mendapatkan berita duka. Husa dikonfirmasi kehilangan nyawa dalam serangan teror karena berusaha menyelamatkannya.
Sebagai tambahan informasi, Husna adalah seorang perempuan yang aktif dalam bidang sosial-keagamaan, dekat dengan berbagai elemen masyarakat.
"Dia mungkin lebih terbuka daripada saya; dia bisa menjangkau siapa pun, dia magnetis," kata Farid.
Farid sangat mengapresiasi istrinya, yang di waktu genting masih memikirkan untuk menyelamatkan komunitasnya dan orang lain.
"Dia berani, dan dia memberikan nyawanya untuk menyelamatkan orang lain," pungkasnya.
Advertisement