Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah cenderung menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu pekan ini.
Hal itu didorong indeks dolar AS melemah dan pelaku pasar mengantisipasi kebijakan moneter bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).
Mengutip data Bloomberg, Rabu (20/3/2019), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka naik tipis enam poin ke posisi 14.226 dari penutupan perdagangan kemarin di 14.232 per dolar AS.
Jelang perdagangan Rabu siang, rupiah masih menguat meski terbatas ke posisi 14.230 per dolar AS. Pada Rabu pekan ini, rupiah bergerak di kisaran 14.226-4.234 per dolar AS.
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah tipis. Rupiah berada di posisi 14.231 per dolar AS pada 20 Maret 2019 dari posisi perdagangan 19 Maret 2019 di kisaran 14.228.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, rupiah menguat tipis pada perdagangan Rabu pekan ini. Meski demikian, menurut dia, rupiah memimpin penguatan di Asia.
Berdasarkan data RTI, rupiah menguat 0,11 persen. Kemudian dolar Taiwan juga naik 0,06 persen, Won Korea Selatan menguat 0,04 persen dan Peso Filipina naik 0,04 persen.
Sedangkan dolar AS menguat terhadap yen Jepang sekitar 0,17 persen, ringgit Malaysia sekitar 0,01 persen, dan dolar Singapura 0,07 persen, dan Baht Thailand 0,13 persen.
Penguatan rupiah terhadap dolar AS ditopang dari sentimen global. Pertama, indeks dolar AS melemah dalam tiga hari ini.
"Di pasar AS, indeks dolar AS juga melemah. Data ekonomi AS melemah antara lain data durable good order dan factory order,” ujar Josua saat dihubungi Liputan6.com, Rabu pekan ini.
Kedua, pelaku pasar juga mengantisipasi pertemuan the Federal Reserve atau bank sentral AS. Diperkirakan the Federal Reserve (the Fed) tetap pertahankan suku bunga. "Pasar juga mengantisipasi statement dovish dari pimpinan the Fed Jerome Powell. Ini tekan dolar AS,” tutur dia.
Dari sentimen internal, Josua menilai, pelaku pasar juga menunggu keputusan Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan atau 7 day reverse repo rate. BI juga diperkirakan akan pertahankan suku bunga acuan.
Josua menambahkan, pemerintah sudah merilis APBN hingga Februari juga topang pergerakan rupiah. Ia menilai, indikator fiskal saat ini masih cukup baik. "Pajak 10 persen dari target realisasi, belanja 11 persen dari target, defisit fiskal 0,34 persen. Dari indikator fiskal juga cukup baik," kata dia.
Di tengah sentimen itu, Josua menilai sentimen global yang lebih dukung pergerakan rupiah. "Rupiah akan bergerak di kisaran 14.190-14.250 per dolar AS," tutur dia.
Menunggu Keputusan The Fed, Rupiah Menguat
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa ini. Penguatan ini karena tenangnya sentimen global.
Mengutip Bloomberg, Selasa 19 Maret 2019, rupiah dibuka di angka 14.217 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.239 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.217 per dolar AS hingga 14.234 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah menguat 1,19 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jidsor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok 14.228 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.242 per dolar AS.
"Kondisi pasar memang cenderung tenang. Setelah No Deal Brexit ditolak, pasar sudah mulai tenang karena berarti Inggris akan keluar dengan kesepakatan. Jadi sentimen global juga masih tenang," kata Analis Monex Investindo Futures Dini Nurhadi Yashyi, seperti dikutip dari Antara.
Selain itu, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed) pada Rabu (20/3) besok diprediksi masih akan mempertahankan tingkat suku bunganya seiring belum meningkatnya pertumbuhan ekonomi AS.
"The Fed juga besok masih diperkirakan dovish soalnya data-data ekonomi Amerika memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Jadi kenaikan suku bunga kemungkinan tidak akan terjadi," ujar Dini.
Di sisi lain, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2019 juga memberikan pengaruh positif terhadap pergerakan rupiah.
"Di saat pergerakan pasar global lagi tenang, kita indonesia punya katalis positif dari fundamental kita, terutama surplus "trade balance". Jadi rupiahnya masih bisa menguat," kata Dini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement