Liputan6.com, Jakarta - Fintech alias financial technology (teknologi finansial) menjadi salah satu terobosan teknologi yang dianggap penting di Indonesia saat ini.
Fintech digadang-gadang bakal menjadi solusi ekonomi terbaik, karena merupakan perpaduan antara teknologi dengan fitur jasa keuangan yang mengubah model bisnis dan mengurangi barrier to entry.
Semakin ke sini, semakin banyak startup teknologi yang bergelut di bidang fintech.
Model bisnis yang mereka tawarkan pun, cenderung mereplikasi model bisnis lembaga keuangan formal, khususnya perbankan.
Fintech sendiri diyakini membawa implikasi besar di Indonesia.
Menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Hukum Bank Indonesia, Rosalina Suci Handayani, kondisi negara ini memiliki lahan yang empuk untuk mengadopsi fintech.
"64 persen populasi di Indonesia ini masih unbanked (belum punya rekening bank) dan 42 persen populasi adalah generasi milenial. Selain itu, jumlah pengguna smartphone di negara ini juga terus meningkat hingga 310 juta," kata Rosalina dalam sesinya di Seminar Nasional IKAHI, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Baca Juga
Advertisement
Karenanya, ujar Rosalina, kehadiran fintech kepada peluang tersebut membawa sejumlah implikasi penting, di antaranya seperti integrasi teknologi ke sektor keuangan dan desentralisasi jasa keuangan.
Namun, implikasi penting ini masih dipisahkan oleh gap seperti kebiasaan pengguna yang belum paham betul akan fintech, infrastruktur, dan juga regulasi.
"Implikasi ini merupakan tren struktural yang sulit dihindari," tukasnya.
Oleh sebab itu, Rosalina menilai, pihak otoritas perlu mengambil sikap yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara sektor finansial formal dan informal.
Selain itu, dalam hal ini, otoritas seperti BI juga harus bisa memitigasi risiko lewat rezim regulasi yang tepat tanpa harus mematikan tumbuhnya inovasi di sektor jasa keuangan.
"Fintech itu memiliki potensi besar, di mana dapat memberikan manfaat kepada masyarakat yang sangat luas, khususnya dalam hal mendorong keuangan inklusif," terang Rosalina.
Pun begitu, ia menekankan segala risiko yang tertanam di dalam model bisnis fintech juga harus dicermati dan dimitigasi agar tidak menimbulkan dampak sistemik pada stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
Sekadar informasi, seminar IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) 2019 juga merupakan rangkaian hari jadi IKAHI yang ke-66 tahun.
Seminar ini mengambil tema Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Transaksi Elektronik di Era Teknologi Digital.
Adapun yang menjadi pembicara dan penanggap dari bidangnya masing-masing serta dari industri perbankan dan e-Commerce, mulai dari Bukalapak, Asosiasi e-Commerce Indonesia, Bank Indonesia, BNI, Bank Mandiri Taspen, Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia dan masih banyak lagi.
Fintech Diharapkan Jadi Pendorong Ekonomi Digital di Indonesia
Sekadar diketahui Startup (perusahaan rintisan) berbasis teknologi finansial alias fintech, memang tengah menjamur di Indonesia.
Pasalnya, kebutuhan masyarakat atas kebutuhan finansial yang lebih praktis dan digital dalam sehari-hari kian meningkat. Startup fintech disebut-sebut menjadi salah satu instrumen penting yang bisa mendorong ekonomi digital Indonesia kelak.
Di mata Head Group Development of Retail Payment System and Financial Inclusion Bank Indonesia, Pungky P. Wibowo, startup fintech memiliki lanskap yang terbilang unik di Tanah Air.
Pria yang akrab disapa Pungky ini pun setuju startup fintech disebut menjadi penggerak ekonomi digital Indonesia yang begitu agresif karena bisa mempercepat dan mempermudah transaksi.
"Kontribusinya tinggi. Apalagi, fintech itu punya inovasi dan teknologi yang bervariasi. Mulai dari payment system, cashless, Software as a Service(SaaS), peer to peer lending, dan masih banyak lagi," ujar Pungky.
"Satu lagi, keamanan konsumen terjaga. Tapi ya ada konsekuensi yang harus diperhatikan, seperti peraturan dari pihak regulator dan pemeliharaan IT," lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Director of International Affairs Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani, berkata pihaknya sebagai regulator juga ingin sama-sama memajukan semua startup yang bergerak di bidang fintech. "Kami percaya fintech bisa jadi pendorong ekonomi, jadi jangan dijadikan rival tetapi justru bikin kolaborasi yang cantik," ujarnya.
Advertisement
Pentingnya Peran OJK
Walau demikian, pria lulusan University of Bristol tersebut menyayangkan masih banyak startup fintech yang belum mengetahui keberadaan OJK sebagai pihak regulator. Karena itu, ia mengimbau ke semua pelaku startup fintech untuk mengetahui peraturan yang telah dibuat OJK demi bisa mempromosikan industri mereka.
"Untuk bisa memajukan industri ini, mereka harus tahu ada OJK dan menuruti rules and regulations yang kita bikin. Beberapa rekan fintech yang kami temui belum tahu ada OJK. Kami itu otoritas dari seluruh aktivitas keuangan, jadi ada baiknya buat teman-teman (startup fintech) ketemu kita dalam fase awal sebelum mematangkan inovasi mereka," lanjut Triyono.
Seperti diketahui, Indonesia memang menjadi salah satu negara terbesar yang sukses memicu pertumbuhan usaha fintech. Saat ini, sudah ada sekitar 330 juta pengguna smartphone di Indonesia. Adapun pengguna internet aktifnya sendiri menyentuh angka 88 juta orang.
Pesatnya pertumbuhan tersebut, tentu merangsang pertumbuhan fintech. Dengan demikian, startup berbasis fintech menjadi pilihan utama generasi milenial untuk mengakses dan memanfaatkan fasilitas perbankan dengan cara digital dan praktis.
Tak cuma itu, keterlibatan startup fintech untuk sistem perbankan Indonesia juga membantu pelebaran jaringan layanan keuangan bagi penduduk lokal.
Alhasil, nasabah semakin banyak, inklusi finansial di Indonesia kian berkembang. Hal tersebut tentu akan sangat berdampak baik bagi perkembangan produk keuangan di Indonesia yang sekarang ini malah relatif rendah.
(Jek/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: