Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, pembangunan infrastruktur masih akan menjadi fokus pemerintah saat ini.
Sri Mulyani menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara dalam Fitch Ratings "Indonesia Credit Briefing” dengan tema “Fitch an Indonesia – The Election, Macro Economy and Credit Market", di Mandarin Hotel, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
"Infrastruktur akan terus menjadi prioritas," kata Sri Mulyani di hadapan para penerbit surat utang Indonesia (issuer).
Baca Juga
Advertisement
Dia menegaskan, infrastruktur harus terus dikebut sebab Indonesia merupakan negara yang cukup besar sehingga harus ditopang oleh infrastruktur yang memadai.
"Kami akan terus bangun infrasturktur karena Indonesia adalah negara besar, akses luas dan perlu conectivity," ujar dia.
Dengan maraknya infrastruktur, diharapkan dapat menciptakan masyarakat dengan keterampilan yang lebih tinggi, lebih sehat serta tercipta pemerataan antar daerah.
Untuk itu, Sri Mulyani menyebutkan akan terus mendorong skema pembiayaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam membangun infrastruktur. "Kami akan dorong public private partnership," ujar dia.
Selain itu, pemerintah daerah juga diminta untuk tidak mengandalkan dana dari pusat. Pemda dituntut untuk lebih kreatif mencari sumber pendanaan lain dalam membangun infrastruktur di wilayahnya masing-masing.
"Kami dorong Pemda tidak hanya mengandalkan local finance, namun juga meminjam melaui private public partnership, kami telah menghadirkan transfer to region," tutur dia.
Reporter: Yagu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Kerugian Indonesia Jika Tak Bangun Infrastruktur
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, saat ini kondisi infrastruktur nasional masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangga, khususnya emerging market.
"Stok infrastruktur terhadap PDB kita sekitar 43 persen. Itu kondisi hari ini. Itu tinggi apa tidak? Negara lain, rata-rata negara setara Indonesia atau emerging market itu 70 persen. Berarti dengan rata-rata saja Indonesia punya gap 27 persen," kata dia, di Jakarta, Rabu 13 Maret 2019.
"27 persen PDB itu jelas bukan angka yang kecil. Kalau PDB kita asumsikan Rp 15.000 triliun 27 persen itu sepertiganya, Rp 5.000 triliun. Itu yang harus kita upayakan. Dan saya yakin Rp 5.000 triliun itu tidak hanya datang dari APBN," lanjut Bambang.
Infrastruktur yang tertinggal, kata dia, akan berdampak pada turunnya daya tawar Indonesia dalam menarik investasi, terutama investasi asing dalam bentuk FDI (Foreign Direct Investment).
"Simple-nya kalau FDI, mereka (investor) akan pilih yang infrastrukturnya lebih bagus dulu. Sehingga kita akhirnya hanya bisa datangkan FDI ke Indonesia kalau mau buka tambang. Itu nggak ada urusan sama infrastruktur karena mereka incar komoditasnya," jelas dia.
Kalau pun FDI masuk, maka lokasi yang dipilih adalah pulau Jawa, khususnya daerah Jabodetabek, karena kondisi infrastruktur yang lebih bagus. "Kalau FDI di sektor manufaktur, jasa, kalau lihat infrastruktur apalagi di luar Jawa, mereka akan pikir dua kali untuk masuk Indonesia. Kalau pun masuk mereka akan pilih di Jawa, spesifiknya di Jabodetabek. Ini membantu, tapi menciptakan kesenjangan," tegas dia.
Karena itu, pemerintah terus berupaya menggenjot pembangunan infrastruktur. Upaya itu tampak dari naiknya porsi anggaran untuk pembangunan infrastruktur dalam APBN.
"Spending untuk infrastruktur dalam APBN 2010-2014, spending untuk infrastruktur Rp 679 triliun. Di lima tahun terakhir meningkat hampir tiga kali lipat Rp 1.714 triliun," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement