Merayakan Penembakan Selandia Baru, Karyawan Ini Dideportasi dari Uni Emirat Arab

Seorang karyawan Transguard di Uni Emirat Arab dipecat dan dideportasi akibat merayakan 'pembantaian massal' di Selandia Baru.

oleh Siti Khotimah diperbarui 20 Mar 2019, 19:18 WIB
Warga Selandia Baru bersolidaritas terhadap korban penembakan (AFP Photo)

Liputan6.com, Wellington - Seorang karyawan dari perusahaan Transguard, bagian dari Emirates Group yang berbasis di Uni Emirat Arab, dipecat kemudian dideportasi. Ia didapati merayakan penembakan dua masjid di Selandia Baru yang terjadi pada Jumat, 15 Maret 2019, dengan 50 orang dinyatakan tewas.

Ia diketahui memberikan komentar tidak pantas melalui Facebook, sebagaimana dikutip dari WIC News pada Rabu (20/3/2019). Dalam komentar itu, pelaku memperlihatkan persetujuannya terhadap serangan teror di Negeri Kiwi.

"Selama akhir pekan, seorang karyawan Transguard membuat komentar tidak pantas di akun pribadi Facebooknya, merayakan serangan masjid di Christchurch, Selandia Baru. Hal ini mendorong penyelidikan internal, yang mengungkap fakta bahwa pelaku tersebut telah memosting pandangannya di media sosial dengan nama samaran," kata pihak Transguard Group dalam situs resminya.

"Kami memiliki kebijakan yang tidak toleransi terhadap penggunaan media sosial yang tidak tepat, dan sebagai akibatnya, individu ini segera diberhentikan dan diserahkan kepada pihak berwenang untuk diadili," kata Direktur Pelaksana Greg Ward dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa, 19 Maret 2019.

Karyawan itu diberhentikan dari pekerjaannya dan diserahkan kepada pihak berwenang, sesuai dengan undang-undang kriminal dunia maya di Uni Emirat Arab, khususnya No. 5 tahun 2012.

Segera setelah ditangani aparat, sang karyawan dijatuhi sanksi deportasi.

Identitas karyawan yang merayakan serangan teror Selandia Baru itu tidak pernah diungkap olej perusahaan, termasuk nama, kebangsaan, dan posisi dalam perusahaan.

 

Simak pula video pilihan berikut:


Penyebar Video Serangan Terancam 14 Tahun Penjara

Polisi mengevakuasi orang-orang saat terjadi insiden penembakan di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3). Saat kejadian ada sekitar 300 orang yang tengah menjalankan ibadah salat Jumat. (AP Photo/Mark Baker)

Sementara itu, masih terkait kasus penembakan Selandia Baru, seorang pria yang diduga menyebarkan video serangan telah disidang perdana pada hari ini, Rabu 20 Maret 2019. Philip Neville Arps (44) dijatuhi tuduhan pertama kali pada Sabtu, 16 Maret 2019, sehari setelah penembakan terjadi di Christchurch dengan 50 orang tewas.

Arps menghadiri sidang di Pengadilan Distrik Christchurch, Selandia Baru, dengan mengenakan kaus biru polos, celana olahraga, dan tangan diborgol. Dalam sebuah foto tampak ia dikawal ketat oleh seorang polisi.

Sidang hari ini tidak menghasilkan satupun dakwaan kepadanya.

Ia kembali ke tahanan, dan akan hadir kedua kalinya di meja hijau pada 15 April mendatang, sebagaimana dikutip dari New Zealand Herald.

Jika terbukti bersalah, ia harus menjalani hukuman maksimal 14 tahun penjara, sesuai undang-undang setempat.

Perlu diketahui bahwa Arps merupakan direktur Beneficial Insulation. Perusahaaan itu juga tengah diawasi karena memiliki logo Nazi dalam logonya, simbol yang sama dengan apa yang ditampilkan Brenton Tarrant -pelaku penembakan masjid Selandia Baru- dalam manifesto yang disebarkan.

Logo perusahaan memiliki roda matahari, simbol yang digunakan dalam konteks post-Third Reich, merujuk pada rezim ketiga Nazi Jerman (1933-1945) yang digunakan oleh neo-Nazi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya