Benarkah Air Laut Terbelah 2 di Jembatan Suramadu? Ini Fakta-faktanya

Air laut terbelah dua lantaran pertemuan dua jenis massa air dari sisi timur dan barat Pulau Madura yang berbeda suhu.

oleh Maria Flora diperbarui 21 Mar 2019, 09:34 WIB
Fenomena Air Laut Terbelah (Foto: Liputan6 SCTV)

Liputan6.com, Jakarta - Warga Surabaya dihebohkan dengan fenomena alam yang terjadi di bawah Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu). Permukaan air laut yang seolah-olah terbelah bahkan viral usai di-posting warganet ke media sosial.

Dalam akun Instagram @ndorobeii terlihat perbedaan warna yang sangat mencolok di atas permukaan laut.

Sisi sebelah kiri tampak hitam pekan, sisi lainnya lebih terang. Sejak diunggah, Rabu, 20 Maret kemarin, sudah puluhan ribu pasang mata yang menyaksikan dan memberi komentar terkait fenomena tak biasa tersebut.

Tidak hanya perbedaan gradasi warna, munculnya bentangan buih putih lurus di antara keduanya membuat permukaan air laut seolah-olah terbelah.

Apakah benar air laut terbelah menjadi dua? Berikut sejumlah faktanya:

Saksikan video pilihan di bawah ini:


1. Fenomena Halocline

Foto: Dian Kurniawan/ Liputan6.com.

Kepada Liputan6.com, Humas Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) Faisal Yasir Arifin menjelaskan bagaimana dan apa yang menyebabkan air laut seakan-akan terbelah dua.

Fenomena alam yang terjadi di Jembatan Suramadu disebut Halocline. Air laut terbelah lantaran pertemuan dua jenis massa air dari sisi timur dan barat Pulau Madura yang densitasnya berbeda suhu, kadar garam, dan kerapatan air, sehingga tidak bisa menyatu.

"Itu fenomena biasa. Terjadi sejak hari Selasa kemarin. Seperti di Selat Gibraltar terjadi pertemuan air dari Laut Atlantik dan air dari Mediterania. Lama terjadinya bisa berhari-hari, bisa semalam saja. Tidak pasti. Tergantung arus lautnya," tutur Faisal, Rabu (20/3/2019).

Hal senada juga dijelaskan Kepala Bidang Informasi Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo.

"Fenomena itu terjadi karena perbedaan densitas air laut yang ekstrem antara air laut di dekat garis pantai dengan air laut di daerah yang lebih dalam," kata Eko.


2. Pertemuan Air Laut dan Sungai Membentuk Buih Batas

Gelombang tinggi di laut Gunung Kidul Yogyakarta. (Liputan6.com/Sunariyah)

Sementara itu, prakirawan BMKG Maritim, Arif Wiyono, mengatakan di lokasi terjadinya fenomena itu, tepatnya di Jembatan Suramadu sisi Surabaya, memang ada muara sungai yang mengarah langsung ke laut.

Di saat keduanya bertemu, lalu membentuk buih-buih di atas permukaan laut hingga membuat air laut tampak terbelah dua.

"Saat air laut surut, air dari muara sungai dipompa menuju ke laut. Pertemuan arus keduanya membentuk buih-buih batas," ucap Arif.


3. Air Tawar dan Asin Tidak Bisa Tercampur

Ilustrasi Laut (Sumber Foto: Pexels)

Fenomena ini terjadi lantaran air tawar dan air asin (laut) tidak bisa tercampur.

"Jadi, karena saat ini curah hujan di Jawa Timur sedang tinggi, maka air tawar yang berasal dari curah hujan maupun dari air sungai ikut jadi tinggi. Air tawar ini lalu lalu mengalir ke laut," tutur pengajar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Eddy Setiadi Soedjono.

Dilihat dari berat jenis, kedua jenis air ini sebenarnya memiliki perbedaan yang tipis.

"Berat jenis air hanya 1 sedangkan air laut hanya satu koma sekian. Berbeda dengan besi yang berat jenisnya sekitar 7, atau air raksa sekitar 13. Saya tak tahu, rahasia Tuhan itu apa. Kok, beda tipis saja susah tercampur," kata Eddy.

Fenomena ini biasa terjadi di pagi hari, saat temperatur air paling dingin. Sedangkan sore hari, temperaturnya panas perbedaan warnanya tak terlalu tegas.

"Yang biru itu air tawar, yang hitam itu air laut," ucap Eddy.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya