Viral Fenomena Air Terbelah di Jembatan Suramadu, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Fenomena Air Terbelah di Suramadu akibat Halocline

oleh Tyas Titi Kinapti diperbarui 21 Mar 2019, 13:45 WIB
Fenomena Air Laut Terbelah (Foto: Liputan6 SCTV)

Liputan6.com, Jakarta Jembatan Surabaya-Madura atau akrab disapa Suramadu kini menjadi viral. Jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa di Surabaya dan Pulau Madura di Bangkalan ini menjadi bahan perbincangan hangat akibat fenomena alam yang terjadi.

Permukaan air laut di bawah jembatan Suramadu tersebut seolah nampak terbelah, terdapat  perbedaan warna yang sangat mencolok di atas permukaan laut. Sisi sebelah kiri tampak hitam pekan, sisi lainnya lebih terang. Tidak hanya perbedaan gradasi warna, munculnya bentangan buih putih lurus di antara keduanya membuat permukaan air laut terlihat nampak  terbelah.

Dalam akun Instagram @ndorobeii yang diambil oleh Mohammad Fahrizal menampilkan video tentang fenomena alam yang terjadi di bawah jembatan Suramadu tersebut.  Sejak diunggah, Rabu, 20 Maret kemarin sudah 87,588 orang  yang menyaksikan dan memberi komentar terkait fenomena tak biasa tersebut.

Berikut Liputan6.com, Kamis (21/3/2019) rangkum dari berbagai sumber, penjelasan mengenai fenomena alam yang terjadi di Jembatan Suramadu tersebut.


Fenomena Alam Halocline

Foto: Dian Kurniawan/ Liputan6.com.

Rupanya, fenomena yang terjadi di jembatan Suramadu ini karena fenomena alam Halocline. Fenomena alam Halocline terjadi karena perbedaan kadar garam di muara sungai, sehingga air asin dan air tawar tidak bisa menyatu. Lalu timbulah seperti  batasnya yang sangat kontras mencapai 60 kilometer.

Menurut keterangan Humas Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS), Faisal Yasir Arifin, kejadian yang disebut halocline itu merupakan peristiwa yang umum terjadi.

Terbelahnya air laut disebabkan karena adanya pertemuan dua jenis massa air dari sisi timur dan barat Pulau Madura, yang densitasnya berbeda suhu, kadar garam, serta kerapatan airnya sehingga tidak bisa menyatu.

"Itu fenomena biasa. Terjadi sejak Selasa kemarin. Seperti di Selat Gibraltar, ada pertemuan air dari Laut Atlantik dan air dari Mediterania. Lama terjadinya bisa berhari-hari, bisa semalam saja. Tidak pasti. Tergantung arus lautnya," tutur Faisal, Rabu (20/3/2019).

Sependapat dengan pernyataan Faisal, Kepala Bidang Informasi Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo menjelaskan, "Fenomena itu terjadi karena perbedaan densitas air laut yang ekstrem antara air laut di dekat garis pantai dengan air laut di daerah yang lebih dalam."


Air Tawar dan Air Laut tidak bisa tercampur

Secara terpisah, prakirawan BMKG Maritim, Arif Wiyono, mengatakan memang ada muara sungai yang mengarah langsung ke laut. Di saat keduanya bertemu, lalu membentuk buih-buih di atas permukaan laut hingga membuat air laut tampak terbelah dua.

"Saat air laut surut, air dari muara sungai dipompa menuju ke laut. Pertemuan arus keduanya membentuk buih-buih batas," ucap Arif.

Sedangkan pengajar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Eddy Setiadi Soedjono berpendapat bahwa fenomena air laut terbelah menjadi dua warna terjadi karena ada air tawar dan air asin (laut) yang tidak bisa tercampur.

"Jadi, karena saat ini curah hujan di Jawa Timur sedang tinggi, maka air tawar yang berasal dari curah hujan maupun dari air sungai ikut jadi tinggi. Air tawar ini lalu lalu mengalir ke laut," tutur Eddy.

Eddy juga menjelaskan, fenomena semacam ini biasanya terjadi di pagi hari, saat temperatur air paling dingin. Sedangkan kalau sore hari, temperaturnya panas perbedaan warnanya tak terlalu tegas. Ditambah lagi, kondisi ombaknya yang kecil sehingga air tak tercampur.


Berbeda dengan kisah Nabi Musa

Napak tilas Nabi Musa menjadi destinasi wisata favorit.

Meski tak ada kaitannya, sejumlah warganet mengaitkan halocline di Madura dengan kisah Nabi Musa, yang dikaruniai mukjizat untuk membelah lautan kala dikejar oleh Firaun dan pengikutnya.

Fenomena alam ini tentunya berbeda dengan kisah Nabi Musa. Fenomena alam yang terjadi di Suramadu akibat Halocline, sedangkan pada kisah Nabi Musa disebakan karena salah satu bagian air terdorong ke sisi berlawanan.

Menurut hasil penelitian yang disimulasikan di komputer, angin timur yang bertiup kencang membantu Nabi Musa menghempaskan air laut hingga membentuk laguna. Begitujuga dengan menurut Ilmu Fisika, angin menghempaskan air menjadi sebuah jalur yang aman untuk dilintasi, karena sifatnya yang luwes. Setelah itu, air kembali mengalir seperti semula.

Hasil penelitian itu menunjukkan, angin timur berkecepatan sekitar 101 kilometer per jam yang bertiup selama 12 jam dapat membelah laut selama empat jam. Selanjutnya angin itu juga yang membentuk jalan sepanjang tiga kilometer. Peristiwa itulah yang dalam kitab suci umat Islam atau Kristen disebut sebagai mukjizat Nabi Musa  membelah laut.

Dalam versi kitab Samawi, mukjizat itu diberikan Allah SWT kepada Nabi Musa AS, agar ia dan kaum Yahudi bisa meninggalkan Mesir dan menghindari kejaran tentara Firaun. Sebaliknya, Firaun dan sebagian besar tentaranya tewas ditelan laut yang tiba-tiba menyatu kembali.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya