BI: Pertumbuhan Ekonomi  Kuartal I 2019 di Kisaran 5,2 Persen

Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, yakni konsumsi swasta, konsumsi pemerintah maupun konsumsi lembaga negara.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mar 2019, 15:35 WIB
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menyentuh angka 5,2 persen pada triwulan I 2019. Angka ini meningkat dari triwulan IV 2018 sebesar 5,18 persen.

"Pertumbuhan ekonomi di triwulan satu masih konsisten kisarannya 5,4 sama dengan tahunan 5 persen sampai 5,4 persen. Kurang lebih sekitar 5,2 persen untuk pertumbuhan ekonomi di triwulan I," kata Perry, di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (22/3/2019).

Menurut dia, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, yakni konsumsi swasta, konsumsi pemerintah maupun konsumsi lembaga negara nonrumah tangga berkaitan dengan persiapan jelang pemilu.

Sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga untuk kuartal pertama tahun ini, kata dia, masih akan berada di kisaran 5,2 persen.

"Itu terutama memang stimulus dari fiskal, rendahnya inflasi, dari daya beli bagus konsumsi pemerintah tinggi dan stimulus fiskal banyak ke bantuan sosial. Bantuan itu meningkatkan konsumsi rumah tangga khususnya segmen bawah, dengan kombinasi inflasi rendah dan stimulus fiskal menjadi motor penggerak," jelas Perry.

Investasi, masih akan melambat di kuartal pertama 2019. Namun akan mengalami peningkatan di kuartal-kuartal selanjutnya.

"Investasi yang agak melambat investasi non kontruksi. Kalau investasi kontruksi tetap tinggi karena berkaitan dengan terus berlangsungnya pembangunan infrastruktur baik infra terkait dengan fisik maupun terkait dengan perusahan energi maupun lain," ujarnya.

"Itu terindikasi memang penjualan otomitif cukup baik baik sebagian juga kredit perbankan ke otomotif juga meningkat dan itu terbukti di januari pertumbuhan kredit tinggi 12,1 persen itu juga mendorong pertumbuhan ekonomi domestik," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com


Ada Perang Dagang, Ekonomi Indonesia Lebih Aman dibanding Singapura

Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (28/4). Pemerintah menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di angka 5 persen belum memadai. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, perang dagang yang sedang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China saat ini membuat perekonomian dunia bergejolak. Tidak hanya perekonomian dua negara ini saja, namun ternyata Indonesia pun juga terkena imbasnya.

Hal ini diakui oleh M Chatib Basri, Menteri Keuangan pada masa kabinet Indonesia bersatu jilid II pada 2013-2014, yang saat ini menjabat sebagai Senior Partner & Co Founder Creco Consulting saat diskusi bidang ekonomi yang diselenggarakan oleh KSEI di Jakarta, Kamis (14/3/2019).

“Negara yang paling berdampak signifikan dari trade war ini tentunya China, dan kalau China kena maka Indonesia maka akan kena juga, namun yang jadi permasalahannya seberapa besarkah dampaknya?” Ujar Chatib di Jakarta.

Dia menilai Indonesia tidak perlu khawatir akan terjadinya perang dagang yang terjadi karena dibandingkan dengan Singapura, negara ini masih terbilang aman.

“Jadi total trade Indonesia terhadap GDP hanya 32 persen, sementara Singapura mencapai 200 persen karena tidak heran kalau Singapura orang-orangnya sangat khawatir akan trade war ini,” jelasnya.

“Begitu ekonomi globalnya collapse maka ekonomi Singapura pasti collapse karena 200 persen dari ekonomi Singapura itu dari trade,” tambah dia.

Tidak hanya itu saja, Chatib pun menambahkan beberapa sektor ekpor Indonesia yang pasti akan terkena dampak dari perang dagang.

Sebanyak 29 persen dari barang yang Indonesia ekspor ke China merupakan intermediate goodsyang digunakan untuk mengekspor barang final, dan 40 persen dari ekspor Indonesia ke China adalah coal, kelapa sawit. Untuk itu dua sektor ini lah yang akan berdampak selama perang dagang. “Jadi kalau China slowdown akan ada tekanan pada sektor coal dan kelapa sawit,” tandasnya.

Chatib pun menambahkan bahwa terganggunya dua sektor ini akan berdampak pada harga saham di Indonesia. Dimana beberapa emiten yang berkaitan pada sektor ini juga akan terasakan dampaknya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya