Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Shinta Kamdani menyambut baik rencana pemerintah menurunkan pajak koorporasi. Dia pun menginginkan pajak korporasi dapat turun ke level 17 persen bersaing dengan negara tetangga seperti Singapura.
"Kita kan waktu itu mintanya sampai ke 17 persen sampai 18 persen," ujar Shinta saat ditemui di Hotel Ayana Mid Plaza, Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Shinta mengatakan tanggapan pemerintah terkait permintaan tersebut cukup positif. Meski demikian, pemerintah masih melihat dampak yang terjadi pada Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) jika pajak korporasi diturunkan.
Baca Juga
Advertisement
"Positif, cuma kan seperti yang Menkeu katakan mereka masih mengevaluasi kembali. Mesti dilihat impact terhadap APBN. Kami mengerti prosesnya perlu waktu, paling tidak ini sudah diperhatikan dan akan diprioritaskan," jelasnya.
Shinta melanjutkan, jika pajak korporasi diturunkan pemerintah memang harus mencari sumber penarikan pajak baru. Dengan demikian, penerimaan pajak dapat tetap terjaga meski ada tarif pajak yang diturunkan.
"Fokusnya kan harusnya di ekstensifikasi, bukan intensifikasi. Jadi harus memperluas basis pembayar pajaknya. Sekarang ini ekstensifikasinya masih belum seperti yang kita harapkan, masih banyak yg ini-ini aja terus dinaikin. Kalau tax base bisa diperluas, tentu akan membantu, penurunan tarif bisa terjadi. Ini yang mungkin perlu dipush juga, kalau mau penurunan maka base pajak harus ditambah," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tanggapan Sri Mulyani soal Pajak Korporasi Belum Turun
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku sudah mendapat permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai penurunan pajak korporasi.
Dia menyebut, proses penurunan pajak ini sudah digodok dan sedang dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Beliau (Presiden) memang sudah meminta ya, kita waktu itu juga sudah dalam prosesnya menyampaikan kepada bapak mengenai langkah yang harus dilakukan. Untuk penurunan PPh memang dibutuhkan perubahan undang-undang, undang-undang PPh," ujar dia saat ditemui di Hotel Ayana Mid Plaza, Jakarta, Jumat (22/3/2019).
BACA JUGA
"Jadi, proses untuk pembuatan RUU ini kita dari sisi persiapan naskah akademisnya sudah dilakukan, kita juga sudah membuat beberapa hitungan, preparation nya dan tentu proses legislasinya harus didorong. Karena kan sekarang ini kita masih juga mencoba untuk push reformUU KUP, UU PPH,dan UU PPN, yang UU KUP sekarang sudah ada di DPR," sambungnya.
Sri Mulyani mengatakan, saat ini pemerintah terus mendorong DPR agar mempercepat penyelesaian undang-undang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) sebagai bagian dari proses penurunan pajak koorporasi. Kemenkeu secara khusus juga akan membawa rencana ini saat rapat kabinet.
"Jadi kita akan terus untuk mendorong DPR untuk menyelesaikan UU KUP tersebut. UU PPH dan PPN naskah akademiknya relatif sudah siap tapi nanti kita akan sampaikan kepada kabinet tentu saja apa ini artinya, pengaruhnya dalam jangka pendek, jangka menengah, panjang dan ratenya akan seperti apa," tutur dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, pada periode ini pemerintah cukup banyak melakukan berbagai pekerjaan penting dalam pengelolaan keuangan negara. Meski demikian, penurunan pajak koorporasi tetap akan menjadi prioritas.
"Karena sekarang ini sedang dalam periode banyak sekali yang akan dilakukan ya, dari sisi belanja negara, dari sisi penerimaan, jadi nanti bagaimana bentuknya ini yang akan kita bawa. Tapi overall, itu sudah disiapkan yang disampaikan Bapak Presiden selama ini kita sudah siapkan juga," tandasnya.
Advertisement