Buktikan Semut Setia Kawan, Dua Siswa Medan Terbang ke Jerman

Penelitian tentang semut berhasil mengantarkan dua orang pelajar SMA Negeri 1 Medan jalan-jalan ke Jerman.

oleh Moch Harun SyahReza Efendi diperbarui 22 Mar 2019, 19:00 WIB
Foto: Reza Perdana/ Liputan6.com

Liputan6.com, Medan - Penelitian tentang semut berhasil mengantarkan dua orang pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Medan jalan-jalan ke Jerman, setelah berhasil menjuarai Indonesian Fun Science Award (IFSA) yang berlangsung di Tangerang beberapa waktu lalu.

Dua orang pelajar SMAN 1 Medan itu adalah Zahra Annisa Fitri siswi kelas XII, dan Nadya Kairussifa siswi kelas X. Dalam penelitiannya, kedua siswi berhijab ini berhasil membuktikan perilaku semut sebagai hewan yang setia kawan.

Dalam penelitiannya, kedua siswa ini menggunakan sampel semut hita atau semut tukang kayu. Selain mudah ditemukan di sekitar sekolah, semut ini ukurannya cukup besar untuk dijadikan media penelitian.

"Warna semutnya juga hitam, sehingga jelas jika direkam dan dilihat secara kasat mata," kata Zahra saat ditemui di sekolahnya, Kamis (21/3/2019).

Gadis berusia 15 tahun itu menyebut, hasil dari penelitian terhadap semut yang dimasukan ke dalam wadah yang diisi nasi dan gula didapatkan beberapa reaksi. Pertama, semut menghampiri temannya yang terperangkap, kemudian menghampiri makanan yang terdapat dua pilihan, yaitu nasi dan gula.

Pada reaksi pertama, 60 persen semut ternyata lebih memilih untuk menghampiri dan menolong temannya. Reaksi kedua, semut lebih memilih untuk mengambil makanan yang berkarbohidrat, yaitu nasi dibandingkan gula.

"Dari penelitian tersebut juga terjawab, semut merupakan hewan yang setia kawan," ujarnya.

Dikatakan Zahra, penelitian yang mereka lakukan juga sesuai dengan buku-buku yang telah dibaca sebelumnya. Salah satu alasan mengapa semut setia kawan karena memiliki feromon yang digunakan untuk berinteraksi atau memberikan sinyal antara yang satu dengan yang lainnya.

"Saat penelitian, juga mendapatkan peristiwa unik. Ada semut yang ingin menolong temannya tetapi ikut terperangkap. Akhirnya mencoba menolong dirinya sendiri, lalu menuju ke makanan hanya saja balik lagi dan menolong temannya," ungkap pelajar yang bercita-cita jadi Akuntan tersebut.

Tidak hanya itu, dalam penelitian tersebut, Zahra dan Nadya juga menemukan peristiwa saat semut sedang terperangkap dan kakinya lengket hingga patah. Namun semut yang lainnya diangkut dan didorong ke nasi agar ikut makan.

"Dari situ kami melihat, semut benar-benar merupakan hewan yang setia kawan," sebutnya.


Hasil Kerja Keras

Foto: Reza Perdana/ Liputan6.com

Guru pendamping Nadya dan Zahra, Ipa Ratna Mutiara menjelaskan, sering melihat banyak semut yang berada di lingkungan sekolah dan lingkungan rumah, menjadi alasan bagi uridnya menjadikan semut sebagai objek penelitian.

"Penelitian tentang semut awalnya bukan yang pertama dilakukan mereka. Awalnya mereka ingin membuat penelitian tentang warna papan tulis, apakah berpengaruh pada konsentrasi siswa," ujar Ipa.

Tetapi setelah dikirim ke dewan juri, ternyata penelitian pertama tentang warna papan tulis mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Hal tersebut sempat membuat Nadya dan Zahra hampir putus asa. Kemudian mencoba lagi dengan mengangkat tema semut yang sebenarnya sudah ada di daftar rencana awal.

"Keduanya kemudian terus mencoba dan melakukan penelitian tentang semut tersebut. Ternyata masuk menjadi 20 besar. Saat dapat kabar masuk 20 besar, kami sangat senang dan langsung melakukan revisi, baik revisi penelitian maupun laporan dengan waktu yang ditentukan oleh juri. Alhamdulilah masuk final," terang Ipa, guru bahasa di SMAN 1 Medan.

Ipa mengaku sempat merasa lucu, karena asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa semut bergerombol menunjukkan mereka sangat kompak. Begitu juga ketika membawa makanan, semut akan terlihat sangat kompak.

Lalu saat Ipa melihat lagi tema dari kompetisi, dirinya merasa penelitian kedua muridnya sesuai, karena yang masuk 20 besar adalah penelitian yang tidak serius tetapi penelitian yang lucu.

"Ada pesan dari penyelenggara kepada peserta untuk jangan takut melakukan penelitian. Banyak hal yang ada di sekitar, yang bisa dijadikan sebagai bahan penelitian, tidak hanya melulu harus penelitian serius," terangnya.

Dijelaskan Ipa, proses penelitian yang dilakukan Nadya dan Zahra dimulai dari akhir Desember 2018 hingga akhir Januari 2019 saat liburan sekolah. Ketika masuk sekolah, mereka telah mendapatkan hasil dan masuk 20 besar.

"Kemudian kita terbang ke Tangerang. Di sana mereka presentasi di depan dewan juri, dan berhasil keluar sebagai juara. Hadiahnya jalan-jalan ke Jerman, saya ikut mendapingi, karena kami sebagai tim," ungkapnya.

Kepala Sekolah SMAN 1 Medan, Suhairi mengaku, keberhasilan dua pelajarnya dalam meraih juara adalah hal yang luar biasa, dan penghargaan yang tentunya berhasil mengharumkan nama sekolah.

"Kami (sekolah) memberikan apreasiasi setinggi-tingginya kepada keduanya. Mudah-mudahan prestasi ini dapat dicontoh siswa-siswa lain dan sekolah-sekolah lain," harapnya.


Kumpulan Peneliti Cilik

Foto: Reza Perdana/ Liputan6.com

Diungkapkan Suhairi, SMAN 1 Medan memiliki kelas yang diberi nama OSN. Di dalamnya berisi siswa dan siswi yang memiliki prestasi, kemudian dikumpulkan menjadi satu kelas. Para guru sepakat, di kelas OSN diperuntukan bagi anak-anak yang kredibilitas dan NIM tinggi.

"Kemudian kami kelola dengan baik. Kelas OSN di SMAN 1 Medan telah hadir selama tiga tahun. Selama itu telah banyak prestasi yang ditorehkan para siswa dan siswi," Suhairi menandaskan.

Fun Science Award (IFSA) yang diadakan oleh Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati Swiss German University (SGU). Dalam kompetisi ini, IFSA mengajak siswa-siswi SMA atau sederajat di seluruh Indonesia untuk mengamati fenomena sederhana di sekitar. Kemudian menemukan jawaban dari pertanyaan sederhana yang muncul dari fenomena tersebut.

Harapannya, siswa-siswi dapat merasakan bagaimana ilmu pengetahuan dan penelitian itu tidak selamanya dilakukan serta berkaitan dengan hal yang serius. Namun juga bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan, unik, dan lucu, namun sesuai kaidah ilmiah yang tepat.

Kompetisi yang berlangsung dari Agustus 2018 hingga Januari 2019 ini berhadiah jalan-jalan gratis ke Jerman untuk pemenang utama. Seluruh biaya serta akomodasi dan uang saku ditanggung oleh SGU. Setiap tim yang ikut serta terdiri dari 2 orang siswa-siswi SMA atau sederajat dengan 1 orang guru pendamping dari sekolah masing-masing. 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya