Menko Luhut Tegaskan Bakal Lawan Diskriminasi Sawit oleh UE

Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Pandjaitan menuturkan, diskriminasi yang dilakukan Eropa pun akan berdampak bagi para petani sawit di Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Mar 2019, 12:15 WIB
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, akan terus melawan segala bentuk kampanye hitam yang dilakukan Uni Eropa (UE) terkait produk minyak kelapa sawit atau CPO Indonesia.

Sebab, diskriminasi yang dilakukan pihak Eropa ini pun akan berdampak bagi para petani sawit di Indonesia.

"Kita akan lawan. Karena dampaknya pasti banyaklah petani kita nanti jadi harganya turun kan menderita," kata dia saat ditemui di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (25/3/2019).

Luhut mengatakan, imbas dari diskriminasi minyak kelapa sawit yang dilakukan oleh pihak Uni Eropa, Pemerintah Indonesia akan mengkaji untuk memboikot terhadap beberapa produk Eropa. Ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas perlawanan yang dilakukan pemerintah.

"Kita serius mempertimbangkan ini (pemboikotan) kalau sekarang 20 juta rakyat kita menjadi sengsara gara gara itu. Presiden (Jokowi) tidak mau rakyatnya sengsara gara-gara itu dan Presiden bilang lawan!," tegasnya.

Meski perlakuan ini, ia mengakui akan berdampak pada perang dagang antar kedua negara ini, tapi pemerintah tetap memperkuat untuk memboikot produk-produk asal Eropa.

"Kita tidak mau (perang dagang terjadi) tapi kalau kita terus membela petani kita terus lakukan," pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Kata Jusuf Kalla

Wapres JK buka Talent Fest dan Job Fair 2019 di Kemayoran. (foto: dok. Kemnaker).

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendukung wacana melarang atau memboikot produk-produk asal Uni Eropa yang ada di Indonesia. Rencana ini merupakan imbas dari kampanye negatif terhadap kelapa sawit asal Indonesia oleh Uni Eropa.

"Kalau itu dipaksakan, tidak bisa sawit itu dikurangi, kita juga dapat ambil tindakan yang mengurangi juga kita dengan Eropa," kata JK usai membuka Talent Fest di Jiexpo, Jakarta Pusat, Jumat 22 Maret 2019.

Dia mendukung, hal tersebut karena jika kelapa sawit diboikot maka berdampak kepada 15 juta pekerja dan petani sawit di Indonesia. Sehingga daya beli pun akan turun.

Selain itu, Uni Eropa (UE) resmi membantah melakukan pelarangan dan diskriminasi minyak sawit. Minyak sawit Indonesia pun disebut masih diterima.

"Penting juga diingat bahwa pasar Uni Eropa, 28 Negara Anggota, sepenuhnya terbuka bagi minyak sawit. Tidak ada sama sekali larangan terhadap minyak sawit," tulis Uni Eropa dalam rilis resmi yang diterima Liputan6.com.

Yang disorot UE dalam Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive, REDII) juga bukan hanya minyak sawit, melainkan juga oil crops seperti bunga matahari, rapeseed, dan kedelai yang berpotensi mengakibatkan deforestasi tidak langsung.

Menurut REDII, itu terjadi ketika lahan untuk produk makanan diganti untuk produksi biofuel. Akibatnya, hutan dan lahan gambut berpotensi jadi sasaran demi mengganti lahan yang dipakai untuk biofuel, sehingga terjadi deforestasi tidak langsung.

"Peraturan diperlukan untuk memastikan produksi bahan baku untuk biofuel merupakan bahan berkelanjutan dan tidak menyebabkan deforestasi melalui perubahan penggunaan lahan tidak langsung (indirect land use change, ILUC)," tulis UE.

Selain itu, UE juga membantah adanya diskriminasi terhadap produk minyak sawit. Pasalnya, ada kabar bahwa ada preferensi terhadap minyak bunga biji matahari dan kedelai. "Tidak ada biofuel atau bahan baku tertentu yang menjadi target. Semua minyak nabati diperlakukan setara. Minyak sawit tidak diperlakukan sebagai bahan bakar nabati buruk," tulis UE.

Selain menepis tudingan diskriminatif, pihak EU juga terus membuka ruang dialog. Sebelumnya, UE juga mempersilahkan Indonesia untuk membawa kasus minyak sawit ke World Trade Organization (WTO).

"Aturan pelaksanaan dari Komisi Eropa ini bukan suatu awal maupun akhir dari proses kebijakan. Ini merupakan satu lagi langkah dalam perjalanan panjang dan bersama menuju pembangunan berkelanjutan dan netralitas karbon," kata Vincent Guérend, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia.

 

 


Studi UE

Buah kelapa sawit. (iStockphoto)

Menurut studi UE selama 2008-2015, kelapa sawit disebut memiliki peran deforestasi yang tinggi dibanding komoditas bahan baku lainnya. 

"Data menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara kelapa sawit dan tingkat deforestasi tertinggi. Selama 2008-2015, 45 persen dari ekspansi kelapa sawit terjadi di daerah dengan cadangan karbon tinggi. Ini bahkan tidak sebanding dengan bahan baku lainnya," jelas UE. 

UE pun menjelaskan, ini bukan berarti melarang minyak sawit Indonesia. Pasalnya, ada sertifikasi ILCU berisiko rendah (low-risk ILCU) untuk membedakan jenis komoditas yang tidak mengakibatkan deforestasi secara tidak langsung dan agar bisa mendapatkan insentif dari EU. 

Selain itu, UE siap mengkaji ulang penelitian yang mereka lakukan pada 2021 nanti serta melakukan revisi pada 2023. Ini untuk mengantisipasi beberapa kebijakan baru Indonesia seperti kebijakan satu peta. 

"Pada saat itu, segala upaya Indonesia, seperti perubahan pada ISPO, moratorium, kebijakan satu peta, atau rencana aksi nasional yang baru-baru ini diterbitkan, akan dipertimbangkan," jelas EU.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya