Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyebutkan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa (UE) sudah masuk tahap litigasi. Namun demikian, dia mengatakan proses diplomasi masih berlangsung hingga saat ini meski tidak membuahkan hasil.
"Jadi ini langkahnya sudah mengarah ke litigasi, bukan diplomasi. Diplomasi berjalan terus gitu, jadi kalau itu pendekatan sudah kita lakukan juga beberapa kali, tapi hasilnya keluar juga kan delegated regulation (payung hukum UE untuk mendiskriminasi sawit)," kata Oke saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Advertisement
Saat ini proses perlawanan pemerintah Indonesia sudah mulai masuk tahap perkara. "Jadi diplomasi berjalan terus dan kita step ke berperkara itu mulai dijalankan," ujarnya.
Pemerintah juga tengah mempertimbangkan mengirim perwakilan ke UE untuk duduk bersama membahas hal mengenai diskriminasi sawit. Namun hal tersebut masih perlu dilakukan pemikiran lebih lanjut.
"Ya itu bagian yang sedang kita pertimbangkan apakah perlu atau tidak berangkat? kapan? dan kalaupun berangkat, siapa saja yang ingin kita temui?" ungkapnya.
Dalam kesempatan serupa, Staff Khusus Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Peter Gontha menyatakan langkah perlawanan yang dilakukan pemerintah merupakan hal yang tepat.
"Satu keputusan cantik sekali buat kita. Kita lihat bahwa kita bersatu. Kita lihat bahwa ketua parlemen kita, DPR ini menulis surat juga kepada Eropa, jadi parlemen to parlemen," ujarnya.
Dia mengungkapkan, DPR dalam waktu dekat akan menyatakan sikapnya terhadap UE sebagai bentuk perlawanan diskriminasi sawit. "Juga akan ada satu press release yang akan dikeluarkan oleh DPR. Dan bahkan DPR uga menulis surat kepada pimpinan negara bahwa kita perlu melakukan satu tindakan yang firm. Kita harus bersatu," tutupnya.
Sebab saat ini UE sudah mulai membahas European Union's Delegated Regulation di tingkat parlemen mereka. Jika sudah disahkan, aturan tersebut dapat menjadi payung hukum bagi UE melakukan diskriminasi sawit.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Diskriminasi Sawit RI Upaya Uni Eropa Tekan Defisit Neraca Perdagangan?
taf Khusus Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Peter Gontha mengungkapkan, diskriminasi sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE) dicurigai dilatarbelakangi oleh defisit neraca perdagangannya.
Selama lima tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia selalu surplus dibanding UE. Oleh karena itu, UE dicurigai hendak membatasi ekspor Indonesia.
"Pertanyaannya adalah, mereka ingin memberikan atau melakukan diskriminasi terhadap ekspor kita dengan EU," kata dia saat ditemui usai rapat di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (25/3/2019).
BACA JUGA
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), pada 2018, nilai ekspor dan impor Indonesia ke UE masing-masing sebesar USD 17,1 miliar dan USD 14,1 miliar.
Adapun total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencapai USD 31,2 miliar atau meningkat 8,29 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017 (YoY).
Selain itu, Uni Eropa juga merupakan tujuan ekspor dan asal impor nonmigas terbesar ke-3 bagi Indonesia.
Ekspor Indonesia ke Uni Eropa juga meningkat 4,59 persen dengan neraca perdagangan surplus bagi Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir. Sementara nilai investasi Uni Eropa di Indonesia tercatat senilai USD 3,2 miliar pada 2017.
"Ekspor kita dengan EU kira-kira sekarang USD 17,1 miliar. Sementara, impor kita dari EU USD 14,1 miliar dolar. Pertanyaan kita sekarang adalah, dengan mereka mau mem-banned kelapa sawit kita apakah mereka mencoba untuk menurunkan atau diskiriminasi agar balance of payment berubah juga?," keluhnya.
Dia mengungkapkan akan membeberkan fakta tersebut dalam proses gugatan terhadap UE.
"Nah kita menyampaikan satu hal pada EU, pada hari ini EU tanggal 25 sampai 28 sedang mengadakan sidang. Sidang ini bisa membuahkan satu hasil melarang, bisa sidang ini diundur sampai tanggal 15 April yang akan datang. Atau menunggu pemilihan umum parlemen. Kita tidak tahu. Kita harus menunggu 1 sampai 3 atau 4 hari ke depan," ujar dia.
Advertisement