Kadin Ungkap Syarat Akses Pembiayaan yang Hambat Bisnis Eksportir Baru

Kadin mengharapkan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bisa lebih kreatif dalam menyediakan mekanisme pembiayaan ekspor.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Mar 2019, 16:45 WIB
Aktivitas di Jakarta International Container Terminal, Jumat (15/3). BPS mencatat nilai ekspor pada Februari 2019 tercatat sebesar US$12,53 miliar atau turun 10,05 persen dari bulan sebelumnya, yakni US$13,93 miliar.(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno mengharapkan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank bisa lebih kreatif dalam menyediakan mekanisme pembiayaan ekspor.

"Dulu LPEI lahir dari Kemenperindag. Sekarang masalahnya ini diawasi oleh OJK, jadi tidak berbeda dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya, padahal tujuan kita adalah underlying transaksi. Jadi setiap pembeli kita kalau ada transaksi dibiayai per transaksinya," ungkap Benny, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (25/3/2019).

Benny menilai, saat ini, mekanisme pembiayaan LPEI tidak ada bedanya dengan lembaga-lembaga pembiayaan lain.

"Kalau sekarang berlakukan seperti bank, sama dengan bank biasa. Yaitu kita (eksportir) harus punya agunan tambahan barang yang tidak bergerak," kata Benny.

"Kedua tidak boleh membiayai berturut-turut perusahaan yang belum untung. Nah ini Bagaimana mau bangkit eksportir baru, karena belum punya pengalaman, apalagi jaminan tambahan," imbuhnya.

Aturan ini, lanjut Benny, tentu akan menjadi halangan, khususnya bagi para eksportir dan pelaku UKM (Usaha Kecil dan Menengah)yang baru memulai bisnis. Langkah awal pelaku usaha bisa saja terhambat lantaran belum memiliki jaminan dan kepastian keuntungan.

"Saya punya sahabat dia bikin animasi, tapi dia ditanya jaminan tambahan, rumah saja masih ngontrak. Ya jaminan saya ya otak saya. Saya bawa ke Singapura dibiayai teman-teman di Singapura. Sekarang pindah ke Singapura. Karena dia juga punya barang. Barang dia adalah otaknya dia. Kalau business as usual ya begini. Kalau mau enggak as usual ya out of the box," tutur dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 


Pembiayaan untuk UKM Masih Kecil

Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Eximbank (LPEI), Sinthya Roesly mengakui, sejauh ini porsi pembiayaan untuk UKM memang masih kecil. "Fokus kita sejauh ini masih sangat kecil karena space kita juga terbatas untuk fasilitasi UKM. Dari tahun ke tahun ini juga tidak cukup dibandingkan kebutuhan yang ada," ungkapnya.

Meskipun demikian, dia menegaskan dengan ruang yang terbatas tersebut, pihak terus berusaha membantu tumbuh kembang UKM, baik lewat pembiayaan maupun lewat pendampingan atau konsultasi.

"Selama ini terkait mandat dengan UKM sudah kita berikan jasa konsultasi untuk eksportir untuk meningkatkan daya saing. Untuk UKM, jasa konsultasi kurang lebih 1,100 UKM," tutur Sinthya.

Dukungan lain yang diberikan adalah mengikutsertakan UKM ke berbagai pameran, salah satunya Trade Expo Indonesia (TEI). Partisipasi UKM yang dibawa LPEI ke TEI pun terus meningkat dari 15 UKM pada 2015 menjadi 17 UKM pada 2016, berlanjut 39 UKM pada 2017. Pada 2018. LPEI membawa 49 UKM ke ajang TEI.

"Dukungan LPEI memang cukup paralel pada Kemendag dan Kemenlu terkait program-program ini dan jadi segala jenis produk UKM, apapun produk yang didorong bisa ekspor kita sudah dukung. Sudah ada support untuk 50 komoditas ke lebih dari 150 negara," tandasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya