Indonesia Ajak Kolombia Lawan Diskriminasi Kelapa Sawit Uni Eropa

Kolombia selama ini dikenal sebagai salah satu produsen terbesar kelapa sawit di dunia.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Mar 2019, 17:56 WIB
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan menggandeng Kolombia dalam upaya melawan kampanye hitam terhadap minyak kelapa sawit (Crued Palm Oil/CPO) oleh Uni Eropa. Kolombia selama ini dikenal sebagai salah satu produsen terbesar kelapa sawit di dunia.

"Salah satu negara Latin yang bisa kita ajak kerjasama itu Kolombia. Karena dia produsen sawit, makanya kita harus kerja bareng dengan Kolombia, baik pemerintah maupun pebisnisnya," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Ratu Silvy Gayatri di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (25/3/2019).

Selain itu, kerjasama perdagangan produk turunan sawit antara Indonesia dengan negara-negara di Kawasan Amerika Latin juga bisa juga digalakkan ke depan.

"Bisa kerjasama dong. Mungkin produk turunan sawitnya seperti sabun dan lain-lain, harus diperkenalkan. Sabun tuh sudah bisa masuk di sana (Amerika Latin)," ungkap dia.

Sementara Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan, Arlinda memastikan jika pemerintah akan terus mengambil langkah-langkah terkait ekspor CPO.

"Pemerintah sedang melakukan langkah-langkah dan sedang melakukan koordinasi. Yang pasti, pemerintah sedang berupaya agar kelapa sawit kita bisa tetap ekspor," kata Arlinda.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com


Bahas Sawit, Pemerintah Bakal Kirim Delegasi ke Uni Eropa

Buah kelapa sawit. (iStockphoto)

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyebutkan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa (UE) sudah masuk tahap litigasi. Namun demikian, dia mengatakan proses diplomasi masih berlangsung hingga saat ini meski tidak membuahkan hasil.

"Jadi ini langkahnya sudah mengarah ke litigasi, bukan diplomasi. Diplomasi berjalan terus gitu, jadi kalau itu pendekatan sudah kita lakukan juga beberapa kali, tapi hasilnya keluar juga kan delegated regulation (payung hukum UE untuk mendiskriminasi sawit)," kata Oke saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (25/3/2019).

Saat ini proses perlawanan pemerintah Indonesia sudah mulai masuk tahap perkara. "Jadi diplomasi berjalan terus dan kita step ke berperkara itu mulai dijalankan," ujarnya.

Pemerintah juga tengah mempertimbangkan mengirim perwakilan ke UE untuk duduk bersama membahas hal mengenai diskriminasi sawit. Namun hal tersebut masih perlu dilakukan pemikiran lebih lanjut.

"Ya itu bagian yang sedang kita pertimbangkan apakah perlu atau tidak berangkat? kapan? dan kalaupun berangkat, siapa saja yang ingin kita temui?" ungkapnya.

Dalam kesempatan serupa, Staff Khusus Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Peter Gontha menyatakan langkah perlawanan yang dilakukan pemerintah merupakan hal yang tepat.

"Satu keputusan cantik sekali buat kita. Kita lihat bahwa kita bersatu. Kita lihat bahwa ketua parlemen kita, DPR ini menulis surat juga kepada Eropa, jadi parlemen to parlemen," ujarnya.

Dia mengungkapkan, DPR dalam waktu dekat akan menyatakan sikapnya terhadap UE sebagai bentuk perlawanan diskriminasi sawit. "Juga akan ada satu press release yang akan dikeluarkan oleh DPR. Dan bahkan DPR uga menulis surat kepada pimpinan negara bahwa kita perlu melakukan satu tindakan yang firm. Kita harus bersatu," tutupnya.

Sebab saat ini UE sudah mulai membahas European Union's Delegated Regulation di tingkat parlemen mereka. Jika sudah disahkan, aturan tersebut dapat menjadi payung hukum bagi UE melakukan diskriminasi sawit.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya