Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang perubahan nama ibu kota Kazakhstan pada pekan lalu, masih menjadi perbincangan hingga saat ini. Astana telah resmi diganti namanya menjadi Nur-Sultan, untuk menghormati presiden terlama yang memimpin negara itu, Nursultan Nazarbayev.
Al Jazeera melaporkan bahwa perubahan nama ibu kota itu diumumkan menyusul pengunduran diri Nazarbayev pada awal pekan lalu, di mana hal tersebut dinilai oleh banyak pihak sebagai langkah yang mengejutkan.
Baca Juga
Advertisement
Perintah untuk mengubah nama ibu kota dikeluarkan pada hari Sabtu oleh Kassym-Jomart Tokayev, presiden sementara Kazakhstan yang baru dilantik.
Nama baru itu awalnya diusulkan oleh Tokayev pada Rabu 20 Maret, sebagai penghargaan kepada Nursultan Nazarbayev, yang telah memimpin Kazakhstan selama beberapa dekade sampai pengunduran dirinya pada hari Selasa.
Di lain pihak, protes kecil terjadi di Almaty dan kota-kota utama lainnya, setelah perubahan nama diusulkan.
Tida hanya Astana, lima ibu kota negara berikut juga pernah mengalami hal serupa. Simak cuplikan kisahnya, sebagaimana dikutip dari World Atlas pada Senin (25/3/2019).
Simak video pilihan berikut:
1. Dushanbe, Tajikistan
Dushanbe adalah ibu kota sekaligus pusat keuangan di Tajikistan. Dalam bahasa Tajik, bahasa resmi Tajikistan, "Dushanbe" berarti Senin.
Dulunya kota ini dikenal sebagai Dyushambe, lalu pada 16 Oktober 1929, namanya diganti menjadi Stalinabad untuk menghormati Joseph Stalin.
Pada 10 November 1961, kota ini berganti nama lagi menjadi Dushanbe. Nama itu merujuk pada sejarah bahwa kota tersebut tumbuh dari sebuah desa yang pasarnya selalu ramai setiap gari hari Senin.
Hingga sensus terakhir pada 2016, Kota Dushanbe menjadi rumah bagi sekitar 802.700 orang.
Advertisement
2. Kinshasha, Republik Demokratik Kongo
Kinshasha menempati urutan ketiga sebagai metropolitan terbesar di benua Afrika, setelah Kairo (Mesir) dan Lagos (Nigeria). Kota ini juga menyandang predikat sebagai wilayah perkotaan Francophone --pengguna bahasa Prancis-- terbesar di dunia, mengalahkan Paris.
Kota ini dulunya bernama Leopoldville, tetapi pada 1966, Perdana Menteri Republik Kongo mengganti namanya menjadi Kinshasa, sebagai bagian dari upaya "Afrikanisasi" di seluruh negeri.
Asal penamaan kota ini berasal dari ‘Kinchassa’, di mana merujuk pada nama sebuah desa yang pernah berdiri di dekat tempat Kinshasa kini berada.
3. Ottawa, Kanada
Pada 1826, kota ini didirikan dengan nama awal Bytown, yang kemudian pada 1855, diubah menjadi Ottawa.
Nama ini berasal dari Sungai Ottawa, yang melintasi wilayah perkotaannya. Asal muasal katanya berasal dari bahasa suku Indian setempat, yang menyebutnya sebagai "Odawa", alias "tempat berdagang".
Sejak lama, sungai Ottawa kerap menjadi jalur perdagangan dari dan menuju lautan Atlantik.
Saat kolonial Inggris masih berkuasa, Ratu Victoria memilih Ottawa sebagai ibu kota provinsi Kanada pada 1857. Alasannya adalah karena wilayah kota itu terpencil, sehiggaa jauh dari risiko serangan.
Advertisement
4. Oslo, Norwegia
Oslo didirikan pada tahun 1040. Kota ini dihancurkan oleh kebakaran besar pada 1624, ketika diperintah oleh Raja Christian IV, yang dikenal akan berbagai kebijakan populisnya.
Kota ini berganti nama menjadi Christiania untuk menghormati sang raja, dan setelah reformasi ejaan, namanya berganti lagi menjadi Kristiania dari 1877 hingga 1925.
Setelahnya, nama "Oslo" diperkenalkan sebagai identitas resmi ibu kota Norwegia, namun sempat menuai perdebatan karena tidak ada "makna yang benar-benar jelas" atas pemilihannya.
Kota ini berstatus sebagai kotamadya sekaligus kabupaten, yang tidak haya berperan sebagai pusat pemerintahan, namun juga bandar terbesar di Norwegia.
5. Tallinn, Estonia
Tallinn adalah kota terbesar di Estonia yang juga berfungsi sebagai ibu kotanya. Terletak di bagian utara negara itu, nama Tallin pertama kali disebut pada 1219 silam, tapi baru benar-benar mendapat hak penamaannya pada 1248.
Nama awalnya adalah Kolyvan, yang diyakini berasal dari Kalev, seorang pahlawan mitos Estonia.
Namun kota itu sempat dikenal dengan nama Lindanisa hingga Abad ke-13. Nama tersebut berasal dari Linda, istri dari sosok legendaris Kalev.
Saat Estonia merdeka pada 1918, nama kota ini berubah menjadi Tallinna dalam bahasa lokal, dan Tallinn dalam bahasa Inggris.
Asal usul penamaan kata ini diduga kuat berasal dari gabungan kata Taani-linna. yang merupakan bahasa Estonia untuk menyebut kota buatan Denmark.
Estonia dan Denmark berbagi cukup banyak sejarah karena posisinya yang cukup berdekatan.
Advertisement