Pengacara Ratna Sarumpaet Keberatan Jaksa Hadirkan Polisi sebagai Saksi

Pengacara Ratna Sarumpaet menilai ketiga saksi itu memiliki konflik kepentingan dan memberatkan kliennya. Lalu, apa kata hakim?

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 26 Mar 2019, 10:09 WIB
Ratna Sarumpaet menuju ruang tahanan sebelum menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2). Terdakwa kasus penyebaran berita bohong dan keonaran ini akan menjalani sidang perdana. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin keberatan dengan tiga saksi dari kepolisian yang dihadirkan jaksa penuntut umum. Insank menilai ketiga saksi itu memiliki konflik kepentingan dan memberatkan kliennya.

"Mohon izin majelis, kami keberatan dengan tiga saksi dari pihak kepolisian, karena akan ada konflik kepentingan nantinya yang Mulia," kata Insank dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (26/3/2019).

Keberatan Insank kemudian ditanggapi jaksa penuntut umum. Jaksa Daru menjelaskan, polisi dihadirkan sudah sesuai prosedural. Di mana polisi memeriksa dan menyelidiki dari informasi diterima soal dugaan penyebaran hoaks oleh Ratna Sarumpaet.

"Sebagaimana telah disampaikan, bahwa salah satu fungsi kepolisian sebagai penyelidik. Jadi ketika tahu ada hal yang tidak sesuai aturan hukum sesuai dengan aturan kewenangan. Jadi mereka juga mengetahui tindak pidana dan melapor," kata Daru.

Ketua Hakim Majelis Joni yang menengahi langsung mengatakan, protes pengacara akan dicatat sebagai keberatan di persidangan.

"Jadi keberatan pihak penasihat hukum, (polisi tetap) kami periksa sebagai saksi, terkait keberatan akan kami catat," jelas Joni.

Majelis hakim kemudian menghadirkan saksi pihak kepolisian secara personal. Tiga polisi yang dihadirkan di sidang Ratna Sarumpaet adalah penyidik Polda Metro Jaya adalah Niko Purba, Mada Dimas, dan Arief Rahman.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Dakwaan

Jaksa mendakwa Ratna Sarumpaet telah menyebarkan berita bohong kepada banyak orang yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Apalagi, berita bohong yang disebarkannya itu dinilai telah menimbulkan pro dan kontra.

Oleh karena itu, jaksa penuntut umum mendakwa aktivis itu dengan dakwaan alternatif.

"Dakwaan kesatu Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua Pasal 28 ayat (2) jo 45A ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujar jaksa saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019).

Pada dakwaan pertama, jaksa menduga Ratna Sarumpaet telah melakukan perbuatan dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.

Sementara pada dakwaan kedua, jaksa menduga Ratna Sarumpaet, "Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras atau antar golongan (SARA)."

Sebagian masyarakat Kota Bandung bereaksi dengan menuntut terdakwa meminta maaf kepada masyarakat Bandung. Mereka tersinggung karena menyebut-nyebut nama kota mereka sebagai lokasi kejadian.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tutur jaksa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya