Liputan6.com, Bering Sea - A Sebuah meteor meledak di atas Laut Bering, Samudra Pasifik pada 18 Desember 2018. Namun anehnya, kedatangan batu angkasa ini ke Bumi tidak terdeteksi sama sekali oleh astronom atau pun badan antariksa dunia, seperti NASA.
Bekas ledakan meteor bahkan baru 'tercium' belakangan ini oleh para ilmuwan. Tidak ada peringatan apa pun sebelum objek tersebut memasuki atau mendekati planet ini. Hanya saja, setelah ditelusuri lebih jauh oleh NASA, mereka mengungkapkan bahwa meteor tersebut sesungguhnya telah diabadikan oleh kamera satelit mereka.
Advertisement
Seorang ilmuwan NASA yang merupakan manajer program pengamatan objek dekat Bumi, Kelly Fast, mempublikasikan gambar ledakan 'meteor hantu' itu pada pekan lalu dalam sebuah presentasi pada "Lunar and Planetary Science Conference" di Texas.
Dua instrumen pada satelit Terra, Moderate Resolution Imaging SpectroRadiometer (MODIS) dan Multi-angle Imaging SpectroRadiometer (MISR), menangkap gambar ledakan bola api pada akhir tahun lalu, tepat pada 18 Desember 2018.
Gambar di atas memperlihatkan jejak meteor sebagai bayangan gelap seperti garis hitam di atas awan. Sedangkan di bagian kanan bawah foto, merupakan awan oranye dari udara super panas yang diciptakan oleh ledakan meteor.
Lalu seperti apa fakta meteor tak bernama tersebut? Berikut 3 di antaranya, seperti dikutip dari Live Science, Selasa (26/3/2019).
Saksikan video pilihan berikut ini:
1. Ukuran yang Tak Besar
Para ahli di NASA memperkirakan bahwa meteor itu berdiameter 32 kaki (10 meter) dan berbobot 1.500 ton (1.360 metrik ton), lalu masuk ke atmosfer dengan kecepatan 71.582 mph (115.200 km/jam), kemudian meledak 15,5 mil (25 kilometer) di atas permukaan laut.
Daya ledaknya bahkan dilaporkan berkekuatan 173 kiloton TNT, setara dengan 10 kali energi bom atom yang diledakkan oleh tentara Amerika Serikat di atas Hiroshima, Jepang, pada tahun 1945.
Advertisement
2. Kecil-kecil Cabe Rawit
Terlepas dari daya ledaknya, meteor itu dikatakan oleh NASA berukuruan lebih kecil dari batuan ruang angkasa lain, di mana NASA memfokuskan jejak yang ditinggalkan meteor ini di langit.
Umumnya, NASA hanya mengawasi objek-objek yang berada di dekat Bumi yang memiliki panjang 460 kaki (140 meter) atau lebih besar dari angka ini, sebab benda angkasa luar ini diprediksi mampu menghancurkan seluruh negara bagian AS.
Namun meski ukurannya tergolong 'mungil' bila dibandingkan meteor lain, menurut NASA, bola api tersebut adalah bola api terbesar yang pernah diamati sejak 2013.
Meski tidak menimbulkan ancaman, mengingat ketinggian saat meledak dan lokasi ledakan berada di wilayah yang tidak berpenghuni, namun keberadaan meteor seperti ini harus tetap diwaspadai.
3. Perbandingan dengan Meteor Lain
Batuan ruang angkasa adalah objek yang berbahaya bagi Bumi dan kadang-kadang menyebabkan masalah. Bola api paling dramatis dalam sejarah adalah ledakan meteor Chelyabinsk pada 2013, yang melesat di atas Rusia dan meledak sekitar 18,5 mil (29,7 km) di atas tanah.
Meteor itu berdiameter sekitar 66 kaki (20 meter) atau setara dengan dua kali ukuran meteor yang meledak di atas Laut Bering.
Kekuatanya pun dahsyat, mencapai setara dengan 400 hingga 500 kiloton TNT, dan gelombang kejutnya melukai lebih dari 1.000 orang. 112 di antaranya mengalami cedera cukup serius dan harus dirawat intensif di rumah sakit.
Sebagian besar dari korban terluka karena terkena kaca yang hancur oleh ledakan, meskipun ada pula yang sakit mata dan luka bakar akibat sinar ultraviolet dari cahaya panas ledakan itu.
Meteor Chelyabinsk adalah meteor terbesar yang memasuki atmosfer setelah meteor Tunguska pada 1908. Pada 30 Juni tahun itu, sebuah meteor meledak sekitar 10 mil (10 km) di atas Siberia Timur, meratakan ratusan mil persegi hutan.
Tidak jelas ukuran sesunguhnya meteor Tunguska, tetapi astronom memperkirakan ukurannya tiga kali lebih besar dari meteor Chelyabinsk.
Advertisement