Ingin Jamin Dana Simpanan di Dompet Digital, LPS Gandeng OJK

LPS akan menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan dana dompet digital merupakan instrumen simpanan berbasis bank.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Mar 2019, 15:18 WIB
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) masih mengkaji rencana penjaminan dana masyarakat dalam dompet digital seperti Ovo milik Grab dan Go-Pay milik GoJek. LPS akan menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan dana dompet digital merupakan instrumen simpanan berbasis bank.

"Kita masih bicara paling tidak ada kepastian dulu dengan OJK juga. Bahwa apakah ini akan masuk sebagai produk simpanan dan apakah yang mengeluarkan bank atau bukan," ujar Anggota Dewan Komisioner LPS, Destry Damayanti di Century Park, Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Destry mengatakan, LPS selama ini menjamin produk simpanan yang dikeluarkan oleh perbankan. Sehingga, untuk menyasar dompet digital pihaknya butuh regulasi yang lebih mengikat dan terarah.

"Itu kan masih dalam pembicaraan. Karena gini, kita juga sebagai regulator harus melek juga terhadap perkembangan teknologi. Yang perlu kita definisikan dulu adalah bahwa pertama apakah produk ini yang namanya simpanan," jelasnya.

"Kedua, apakah produk ini dikeluarkan oleh bank. Karena secara undang-undang LPS hanya menjamin produk yang dikeluarkan oleh bank. Dan produk itu adalah simpanan. Jadi ini yang masih terus kita kaji," sambungnya.

Destry menambahkan, pihaknya belum dapat memastikan kapan regulasi mengenai penjaminan simpanan di dompet digital dapat terbit dan berlaku efektif. "Saya belum bisa pastikan dan saya belum bisa tahu," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI Bakal Naikkan Batas Saldo Dompet Digital

Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Batasan (limit) saldo pada dompet digital (e-wallet) akan segera direvisi. Ketentuan ini direvisi karena maraknya pembayaran yang menggunakan barcode atau QR Code.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Erwin Haryono mengatakan, rencana penyempurnaan ini menjadi bagian dari blue print yang tengah disusun.

"Iya, kita akan masuk ke project penyusunanan blue print. Yang pasti, kemungkinan untuk merubah itu (batasan saldo) sangat mungkin, kita sedang menyiapkan blue printnya, termasuk plafonnya itu," ujar dia di Surabaya, pada Sabtu 15 Februari 2018.

Ia menuturkan, aturan e-wallet ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI/18/2016).  

Dalam ketentuan tersebut, e-wallet yang unregistered dibatasi saldonya maksimal Rp1 juta. Sedangkan e-wallet yang teregister limit saldonya maksimal Rp 10 juta.

Saat ini, Bank Indonesia melihat adanya percepatan digitalisasi payment. Kondisi ini harus menjadi perhatian utama bagi BI sebagai otoritas di sistem pembayaran. Terlebih, para penyelenggara dompet digital terus berinovasi cukup masif. Sebagian besar dari mereka juga sudah mengembangkan QR Code.

"Sekarang kita masih dalam tahap mensinkronisasi penggunaan QR Code, diantara penerbitnya. Dan itu tidak mudah untuk semua pelaku. Tapi so far, hasilnya sudah bagus untuk mengekperimenkan itu, tapi bisa saja ada penyesuaian. Jadi, BI bagaiamana melihat percepatan digitalisasi payment itu,” ucap dia.

E-wallet pada dasarnya merupakan bagian dari e-money juga yang masuk kategori data disimpan di dalam server (server based).

Dompet digital merupakan layanan elektronik untuk menyimpan data instrumen pembayaran antara lain alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan/atau uang elektronik, yang dapat juga menampung dana untuk membayar.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya