Ratna Sarumpaet Terdaftar Jadi Pasien RSK Bedah Bina Estetika Sejak 2013

Direktur RSK Bedah Bina Estetika dr Desak Gede Chistina Hasita Kencana dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Ratna Sarumpaet.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 26 Mar 2019, 15:13 WIB
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Selasa (19/3). Sidang Ratna Sarumpaet tersebut beragendakan pembacaan putusan sela. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur RSK Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat, dr Desak Gede Chistina Hasita Kencana dihadirkan sebagai saksi di sidang lanjutan kasus hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/3/2019).

Dalam kesaksiannya, Desak membeberkan rekam medis terdakwa Ratna Sarumpaet. Tercatat, Ratna mulai mendatangi RSK Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat, sejak tahun 2013. Saat itu, Ratna sudah mulai melakukan konsultasi.

"Tahun 2013 Ratna Sarumpaet terdaftar sebagai pasien," ucap Desak.

Desak melanjutkan, Ratna kembali datang di 2018. Menurut Desak, setiap berkunjung Ratna selalu ditangani oleh dr Sidik Setiamihardja, SpB SpBP.

"Menurut catatan, datang pada bulan Mei, Juni dan September 2018. Ada empat dokter bedah. Tapi dia (Ratna) selalu bertemu dengan dokter Sidik," ujar dia.

Desak menjelaskan, pada September 2018, dr Sidik Setiamihardja melakukan tindakan operasi terhadap Ratna Sarumpaet.

"21 September 2018 jam 5 sore Ratna datang lagi melakukan tindakan medis. Operasi dilakukan jam 7 malam sampai 11 malam," ujar dia.

Desak mengatakan, pascaoperasi Ratna Sarumpaet dirawat hingga diperbolehkan pulang pada 24 September 2018 sekitar pukul 21.00 WIB.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Dakwaan Jaksa

Pada dakwaan pertama, jaksa menduga Ratna Sarumpaet telah melakukan perbuatan dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.

Sementara pada dakwaan kedua, jaksa menduga Ratna Sarumpaet, "Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras atau antar golongan (SARA)."

Sebagian masyarakat Kota Bandung bereaksi dengan menuntut terdakwa meminta maaf kepada masyarakat Bandung. Mereka tersinggung karena menyebut-nyebut nama kota mereka sebagai lokasi kejadian.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tutur jaksa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya