Liputan6.com, Roma - Seorang anak laki-laki di Italia, berstatus imigran dari Mesir, berhasil menyelamatkan 50 teman sekelasnya dari percobaan pembantaian. Akibat jasanya itu ia akan diberikan kewarganegaraan, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Italia Matteo Salvini pekan lalu.
Ramy Shehata (13) dan teman-teman sekelasnya tengah berada di dalam bus pada saat kejadian. Kendaraan itu dibajak oleh Ousseynou Sy (47), warga negara Italia asal Senegal.
Ousseynou mengatakan kepada seluruh penumpangnya bahwa "tidak akan ada yang selamat". Ia memberi tahu anak-anak, tindakannya didorong oleh kematian para migran Afrika saat menyeberang lautan.
Baca Juga
Advertisement
"Hentikan kematian di laut, (atau) aku akan melakukan pembantaian," kata Ousseynou, sebagaimana dilaporkan oleh juru bicara kepolisian dikutip dari BBC News pada Rabu (27/3/2019).
Pura-Pura Berdoa
Seluruh penumpang, yang merupakan anak-anak, ketakutan. Dalam kondisi genting, Ramy dibantu temannya, Adam El Hamami menelepon polisi tanpa diketahui pelaku. Saat itu telepon genggamnya tersembunyi.
Ia pura-pura berdoa dalam bahasa Arab, namun sebetulnya melakukan panggilan darurat. Bahkan ia sempat memberikan kabar kepada ayahnya.
Ramy dan 50 anak lainnya berhasil selamat, sebelum kendaraan dibakar di dekat Milan.
Imbalan
Salvini mengatakan bahwa Ramy harus diberikan kewarganegaraan atas kepahlawanannya.
"Ya untuk kewarganegaraan bagi Ramy, karena seolah-olah dia adalah putra saya dan ia telah menunjukkan bahwa dirinya memahami nilai-nilai negara ini," kata Mr Salvini kepada kantor berita Ansa.
Sebagaimana diketahui bahwa Ramy merupakan putra dari seorang imigran asal Mesir yang datang ke negara itu sejak 2001. Meski Ramy lahir di Italia, ia tidak pernah memiliki dokumen resmi, mengingat kewarganegaraan baru dapat diberikan saat usia 18 dan memenuhi syarat tertentu.
Salvini menambahkan bahwa pemeriksaan latar belakang ayah Ramy, Khaled Shehata, diperlukan sebelum keputusan final dibuat.
Pemimpin Five Star Movement (M5S), Luigi Di Maio mengatakan sangat senang dengan keputusan bijak Salvini. Ia mengklaim bahwa dirinya telah membujuk sang perdana menteri untuk langkah itu.
Tidak hanya diberikan kewarganegaraan, Ramy dan empat orang temannya yang berada dalam insiden pembajakan bus itu mendapatkan undang kehormatan, bertemu dengan pemimpin Italia.
Keempat anak yang lain adalah Adam yang membantu Ramy, Fabio yang mencoba berbicara dengan pelaku dan mencoba menenangkannya, Nicolo yang menawarkan dirinya sebagai sandera, serta satu lainnya yang tidak disebutkan.
Anak-anak diundang sebagai tamu istimewa untuk menyaksikan Italia bermain Liechtenstein dalam pertandingan kualifikasi Euro 2020 pada Selasa, 26 Maret 2019.
Simak pula video pilihan berikut:
Motif Pribadi
Pengemudi sekaligus pembajak bus, Ousseynou Sy, mengatakan bahwa tindakannya bermotif pribadi.
Alberto Nobili, kepala penanggulangan terorisme di kantor kejaksaan Milan, mengatakan tersangka tidak mengklaim dirinya berafiliasi dengan kelompok atau gerakan yang dilarang.
Ousseynou mengatakan kepada wartawan bahwa "itu adalah pilihan pribadi saya, saya tidak bisa lagi melihat anak-anak meninggal ... di Laut Mediterania (dan) wanita hamil meninggal".
Kantor berita Ansa melaporkan bahwa pelaku telah merekam video yang menguraikan motifnya, saat ini sedang dicari oleh penyelidik dari akun daring pribadi.
Saat ini, pelaku terancam dicabut kewarganegaraannya, hal itu tengah dipertimbangkan oleh Salvini.
Selain pembajakan bus, pelaku juga memiliki catatan kriminal lain. Ia divonis bersalah atas serangan seksual serta vonis mengemudi dalam keadaan mabuk.
Dengan catatan kriminal itu, penyelidik juga tengah mencari tahu alasan mengapa pelaku dapat diterima sebagai sopir bus sekolah.
Karena Italia Anti-Imigran?
Italia sering disebut sebagai negara yang "keras" terhadap para imigran, khususnya sejak partai berkuasa sayap kanan Liga Italia dan Five Stars Movement berkuasa. Roma sering kali menutup pelabuhannya bagi pendatang yang telah berusaha dengan keras menyeberangi Laut Mediterania ke daratan Eropa.
Pada Selasa, 26 Maret 2019,sekitar 50 orang diselamatkan oleh sebuah kapal amal dari perahu karet di lepas pantai Libya dan dibawa ke pulau Lampedusa. Pihak berwenang Italia memerintahkan agar kapal itu disita dan melancarkan penyelidikan.
Meski pelaku mengklaim adanya hubungan antara pembajakan dengan sikap Italia yang keras tersebut, tindakan teror atau pembantaian tetap tidak dapat dibenarkan. Terlebih, saat ini penyelidikan masih berlangsung untuk memastikan motif pelaku.
Advertisement