Bubarkan Ormas Anti-Pancasila, Jokowi Dinilai Sosok Pemimpin yang Berani

Adi menilai langkah Jokowi membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan perkara.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Mar 2019, 12:02 WIB
Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi memberi paparannya dalam debat kedua Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2). Debat dipimpin oleh Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden nomor urut 01 dan Presiden Jokowi dari segi ideologi dinilai sebagai pemimpin yang tegas. Ia berani menindak kelompok radikal yang tidak mau mengakui Pancasila sebagai dasar negara.

"Secara ideologi, Jokowi ini orang yang berani mengambil risiko untuk menggebuk ormas yang tidak menjunjung tinggi pancasila dan NKRI. Artinya Jokowi mengambil risiko berhadap-hadapan dengan kelompok-kelompok yang selama ini tidak mengakui pancasila dan demokrasi sebagai sistem politik kita," ujar pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno di Jakarta, Selasa 26 Maret 2019.

Adi menilai langkah Jokowi membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan perkara mudah karena bukan kebijakan populer. Lebih lagi, Jokowi siap tak disukai oleh sejumlah kalangan.

"Jokowi tidak kompromi dengan kelompok-kelompok masyarakt yang tidak mengakui Pancasila. Jadi tidak ada tempat bagi siapa pun di negara ini yang tidak mengakui pancasila sebagai dasar negara. Dan itu yang dilakukan Jokowi," jelas Adi.

Ideologi ini menjadi salah satu tema debat keempat Pilpres pada Sabtu, 30 Maret 2019. Menurutnya, Jokowi bakal lebih menguasai tema ideologi tersebut karena berasal dari sipil.

"Mungkin karena Jokowi pemimpin sipil. Pemimpin sipil cenderung berani mengambil risiko berhadap-hadapan dengan kelompok-kelompok yang enggak setuju dengan Pancasila. Kalau logika politiknya militer cenderung zero enemy," kata Adi.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu menilai pemimpin militer tidak mau ambil risiko. Contohnya Susilo Bambang Yudhoyono. Pemimpin militer akan meminimalisir kelompok berseberangan dengan cara merangkul.

"SBY begitu. HTI itu kan besar juga di zaman SBY. Cuma karena Pak SBY cenderung tidak mau berkonfrontasi. Karena dianggap kelompok-kelompok radikal ini bisa dibina dengan cara pelan-pelan makanya tidak dibubarkan," jelas Adi.

"Tapi kelompok ini pintar juga menyembunyikan agenda politiknya. Mereka tidak konfrontasi terhadap negara tapi pada saat bersamaan mereka semakin konsolidatif. Mereka melebarkan sayap politiknya di mana-mana," imbuhnya.

Di bidang keamanan, kata Adi, Jokowi juga unggul. Sebab situasi keamanan selama lima tahun terakhir cukup terkendali. "Terorisme nyaris tidak ada. Ada satu dua cepat dilokalisir dan diredam, tidak merembet ke mana-mana. Pertahanan negara juga tidak ada ancaman yang nyata," tegasnya.

 


Peran di Dunia Internasional

Jokowi dan JK ngobrol santai usai Salat Jumat (Istimewa)

Menyoal kritik dari sejumlah pihak tentang jarangnya Jokowi hadir di acara-acara internasional, Adi mengatakan hal itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, Jokowi juga punya prestasi luar biasa di bidang hubungan luar negeri.

"Menurut saya yang paling nyata sikap dan keberpihakan Pak Jokowi dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Sekalipun dunia internasional pada dukung Israel, tapi Jokowi tetap mendukung Palestina. Itu harga mati. Itu soal sikap kemanusiaan. Jadi menurut saya tidak benar juga bila dikatakan Jokowi absen," tutupnya.

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya