Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo) mendukung pemberlakuan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standard Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib.
Berdasarkan aturan tersebut, mulai September 2019, seluruh produk pelumas yang beredar di Indonesia wajib memenuhi Standard Nasional Indonesia (SNI).
Advertisement
Ketua Bidang Pengembangan Aspelindo, Andria Nusa, mengatakan peredaran pelumas palsu sangat merugikan produsen oli dan menggerogoti pangsa pasar oli nasional.
Dia menjelaskan bahwa dari total kebutuhan pelumas nasional sebesar 950.000 kl, 15 persen merupakan pelumas palsu.
Hal ini dia sampaikan dalam FGD bertajuk 'Implementasi Peraturan SNI Wajib Pelumas Bagi Perlindungan Konsumen', yang diselenggarakan Forum Wartawan Industri (Forwin).
"Sekitar 15 persen dari 950.000 kl. 15 persen itu palsu," kata dia, di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Dia menjelaskan, dari sisi omzet, peredaran pelumas atau oli palsu tersebut menggerogoti omzet pasar oli nasional hingga Rp 4,5 triliun.
"Dampaknya itu kalau Rp 30 triliun omzet nasional. 15 persen yang palsu, berarti itu yang palsu Rp 4,5 triliun," urai dia.
Tak hanya itu, ada kerugian lain yang juga harus diperhatikan, yakni berkurangnya usia mesin kendaraan akibat penggunaan pelumas palsu.
"Mobil yang berkurang umurnya. Dari segi performance. Umur mesinya. Harusnya 20 tahun baru turun mesin mestinya, tapi menjadi 10 tahun sudah turun mesin," tandasnya.
Ada Logo SNI, Warga Diharapkan Tak Lagi Tertipu Pelumas Palsu
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan penyerapan pelumas wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) mencapai 60 persen pada tahun ini.
Direktur Industri Kimia Hilir Direktorat Jenderal Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan, penyerapan pelumas SNI wajib ini baru menyentuh 42 persen sepanjang 2018.
Oleh karena itu, penggunaan pelumas wajib SNI perlu didorong guna meningkatkan daya saing pelumas RI di kancah global.
"Impor memang diperbolehkan jika memang dibutuhkan. Namun pemerintah harus memperkuat industri pelumas agar jadi tuan rumah di negeri sendiri," ujarnya di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Dia melanjutkan, pelumas wajib SNI merupakan kebutuhan negara. Lantaran, hal ini mencegah masyarakat menjadi korban pelumas palsu atau pelumas dengan mutu rendah.
"Itu dari sisi pemerintah kan potential lost dalam pemberian pajak dan penerimaan negara. Padahal kerugian itu kan bisa dipakai bangun infrastruktur di desa-desa dan sumbang portfolio pemerintah dalam pembangunan," ungkapnya.
Dia pun menuturkan, pemerintah selaku regulator akan mengevaluasi peraturan pelumas wajib SNI ini selama satu tahun penuh berjalan.
"Kami akan evaluasi setelah 1 tahun berjalan. Kita harapkan dengan SNI ini maka ekspor pelumas juga meningkat karena SNI ini menandakan berkualitas secara internasional yang berarti pasar Indonesia sudah bisa bersaing di skala internasional," pungkas dia.
Advertisement