Liputan6.com, Jakarta Jika bicara tentang pencegahan kehamilan, umumnya wanita yang akan lebih berperan aktif. Ini karena alat kontrasepsi paling banyak diciptakan untuk wanita. Mulai dari alat spiral hingga pil.
Tapi kini para peneliti mengungkap metode baru cegah kehamilan yang melibatkan pria. Kabarnya, pil kontrasepsi pria bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Bahkan sebuat studi menyatakan pil tersebut aman dikonsumsi.
Advertisement
Melansir laman Daily Star, Rabu (27/3/2019), baru-baru ini University of Washington meneliti efek samping pil kontrasepsi tersebut. Para peneliti melacak dampak kapsul itu pada 40 pria selama sebulan.
Para pria yang mengonsumsi pil menunjukkan ada penurunan pada kadar hormon mereka. Hal tersebut berujung pada jumlah sperma yang juga menurun.
Selain itu, para pria melaporkan dampak minor lainnya seperti kelelahan, jerawat, serta sakit kepala.
Lima dari 40 partisipan mengatakan mengalami penurunan libido. Sementara dua diantaranya melaporkan disfungsi ereksi ringan.
Meski mengalami efek samping tersebut, tak ada partisipan yang terpaksa menghentikan penggunaannya sehingga pil tersebut lolos uji keamanan.
Saksikan juga video berikut ini:
Perlu uji coba lebih panjang
Hasil studi mengenai kemungkinan diluncurkannyapil kontrasepsi pria ini diungkap dalam pertemuan tahunan Endocrine Society di New Orleans oleh Christina Wang, rekan peneliti senior di LA BIoMed.
"Pilihan kontrasepsi pria benar-benar terbatas. Ketika kami menanyakan tentang zat-zat hormonal, sekitar 50 persen dari mereka bersedia mencoba metode baru ini. Dan ketika bertanya pada pasangan sendiri, persentase tersebut meningkat," jelasnya.
Meski tampak menjanjikan, para ahli mengakui bahwa perlu uji coba mengenai seberapa efektif pil tersebut. Selain itu, uji coba yang lebih lama juag perlu dilakukan sebelum pil kontrasepsi pria ini diluncurkan ke pasaran.
"Penelitian ini sangat singkat dan kami perlu setidaknya tiga bulan atau lebih untuk menghentikan produksi sperma. Sejauh ini hasil penelitian kami menunjukkan bahwa pil tersebut menghentikan hormon yang mengontrol fungsi testis," jelas Christina Wang.
Advertisement