Mitos Induk Sidat dan Alarm Tanda Banjir di Bantul

Sebelum banjir hebat menerjang Bantul, warga mendapati induk sidat menggelepar di tengah jalan kampung.

Oleh KRJogja.com diperbarui 28 Mar 2019, 13:00 WIB
Banjir di Bantul. (Liputan6.com/Yanuar H/ BPBD DIY)

Bantul - Bencana banjir dan longsor yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya beberapa waktu lalu ternyata sudah diprediksi kedatangannya.

Sebelum banjir melanda, warga Ngliseng Banjarharjo, Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Bantul, melihat induk sidat--atau warga setempat menyebutnya pelus--muncul secara tiba-tiba dari arah pegunungan.

Tentu kemunculan hewan jenis ikan itu membuat warga kaget. Setelah menggelepar di tengah jalanan kampung, sejumlah warga berusaha menangkapnya. 

"Banyak warga melihat dan ingin mengejar, tapi pelus tersebut keburu masuk ke arah derasnya air," ujar seroang warga, Yulianto, seperti dikutip dari laman Krjogja, Rabu (27/3/2019).

Setelah pelus lenyap, kegaduhan mulai reda dan warga kembali masuk rumah. Selang beberapa saat warga kembali geger setelah  banjir lumpur dan batu menerjang sebagian kampung. 

Setelah banjir reda, warga mulai mengaitkan kemunculan indukan sidat itu sebagai pertanda akan terjadi banjir.  

"Kami yakin munculnya pelus itu sebenarnya sebagai pertanda dan membawa kabar akan terjadi banjir sangat besar. Semua kami sadari setelah semua terjadi," ujar Yulianto. 

Warga seolah tidak percaya, derasnya air gunung mampu membawa bongkahan batu sebesar kerbau. Di kawasan Bantul bahkan ada satu rumah tertimbun longsor tanpa bisa dicegah, dua ruas jalan putus  dan sebuah rumah tidak bisa ditempati. Banjir itu pun menjadi yang terparah selama kampung Ngliseng ada.

Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, Dwi Daryanto, mengatakan sekarang ini sudah jelas sungai di Bantul memang harus membangun talud.

"Selama ini kan kita hanya merehab, tanpa membangun. Oleh karena itu, ke depannya harus membangun talud, sehingga ketika banjir tidak langsung mengenai warga," ujarnya. 

Terkait dengan data, masih dilakukan  karena dampak banjir dan longsor efeknya terus bisa berjalan dan bisa bertambah. Terkait dengan hitungan kerugian Rp 50 miliar yang dikeluarkan Dinas PU  Bantul, hal itu menurut Dwi belum mencakup semua. 

"Estimasi kami justru di atas Rp 200 miliar," tandas Dwi.

Baca juga berita KRJogja.com lainnya di sini.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya