Eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih Dieksekusi ke Lapas Tangerang

Sebelumnya, Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Tipikor, Jakarta Pusat.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Mar 2019, 14:11 WIB
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih seusai sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3). Selain pidana penjara, hakim juga mencabut hak politik Eni Saragih selama tiga tahun. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa eksekutor pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B Anak Wanita Tangerang, Banten.

"Selasa, 26 Maret 2019, terpidana (Eni Saragih) dieksekusi ke Lapas Klas II B Anak Wanita, Tanggerang," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (28/3/2019).

Sebelumnya, Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Tipikor, Jakarta Pusat. Politikus Golkar itu dinyatakan terbukti menerima suap Rp 4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo atas pengurusan proyek PLTU Riau-1.

"Mengadili oleh karena itu terhadap terdakwa Eni Maulani Saragih dengan pidana penjara selama 6 tahun denda Rp 200 juta apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 2 bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan vonis Eni, Jumat (1/3/2019).

Hakim juga mencabut hak politiknya selama 3 tahun.

Berdasarkan fakta persidangan, majelis hakim meyakini keterlibatan Eni dalam kasus ini diawali perintah Setya Novanto, mantan Ketua Partai Golkar, kepada Eni agar membantu bos dari Blackgold Natural Resources (BNR), Johannes Budisutrisno Kotjo, akrab disapa Kotjo, memfasilitasi bertemu dengan Direktur Utama PT PLN persero Sofyan Basir.

Tindakan Johannes menemui Novanto setelah surat yang diajukan ke PT PLN tak mendapat tanggapan. Surat tersebut berisikan permintaan BNR kepada PT PLN agar proyek IPP PLTU Riau-1 masuk ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Novanto kemudian mengutus Eni Maulani Saragih sebagai pendamping sekaligus fasilitator Johannes Kotjo bertemu dengan Sofyan Basir dan pejabat terkait di PT PLN. Eni kemudian dianggap berperan aktif mengawal proyek tersebut sesuai keinginan Kotjo.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Arahan Idrus Marham

Setelah pertemuan, beberapa hari kemudian, PT PLN memasukan proyek PLTU Riau-1 masuk ke dalam RUPTL dan menunjuk PT BNR sebagai investornya, bersama dengan anak perusahaan PT PLN, Pembangkitan Jawa Bali (PJB). BNR juga menggaet perusahaan asal China Huadian Engineering Co. Ltd (CHEC) sebagau investor.

Di tengah perjalanan pembahasan proyek senilai USD 900 juta itu Idrus Marham mengarahkan Eni meminta uang USD 3 juta dan SGD 400 ribu kepada Kotjo untuk keperluan Munaslub Golkar.

Kotjo kemudian bertemu dengan Eni dan Idrus untuk menjelaskan fee agency sebesar 2,5 persen yang akan diterima Kotjo dari Chec Huadian sebagian akan diserahkan ke Eni sebagai pihak yang telah membantu.

Idrus meyakinkan Kotjo agar membantu Eni mengingat Eni juga menjabat sebagai bendahara Munaslub Golkar.Atas desakan Idrus, Kotjo melalui sekretaris pribadinya memberikan uang kepada Eni sebanyak dua tahap 18 Desember 2017 dan 14 Maret 2018, dengan masing-masing besaran Rp 2 miliar.

Uang kembali diberikan Kotjo setelah ada permintaan dari Eni untuk kepentingan suaminya mencalonkan diri sebagai Bupati Temanggung. Awalnya, Eni meminta uang Rp 10 miliar, namun ditolak dengan alasan sulitnya kondisi keuangan. Peran Idrus melobi Kotjo berhasil dan memberikan uang kepada Eni untuk keperluan sang suami sebesar Rp 250 juta.

Dari uraian fakta tersebut, majelis hakim juga meyakini unsur turut serta bersama-sama dalam melakukan perbuatan tindak pidana korupsi oleh Eni dan Idrus telah terpenuhi. Terlebih lagi, Idrus, dianggap majelis hakim mengetahui segala penerimaan uang oleh Eni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya