Liputan6.com, Washington D.C. - Harga tiket pesawat di Indonesia sedang melambung tinggi. Berbagai pihak pun menyerukan agar maskapai segera menurunkan harga karena harga tiket yang naik berdampak ke sejumlah lapisan masyarakat.
Awalnya avtur disebut alasan naiknya harga tiket pesawat, namun maskapai juga ditenggarai mencari untung sejak musim libur tahun baru hingga kampanye pilpres yang menyebabkan harga tiket tetap tinggi meski mahal.
Bagaimana sebetulnya cara maskapai menentukan harga tiket?
Baca Juga
Advertisement
Menurut CNBC, naik-turunnya harga tiket pesawat tidaklah random. Mereka memiliki algoritma untuk menambah penjualan berdasarkan informasi booking terdahulu, sisa bangku, rata-rata permintaan rute tertentu, dan peluan menjual lebih banyak bangku di masa yang akan datang.
Pihak maskapai mempelajari profil pembeli tiket yang terbagi menjadi dua: leisure traveler (turis biasa) atau business traveler.
Bagi leisure traveler, pihak maskapai biasanya menaikkan harga di awal untuk rute liburan, kemudian menyesuaikannya terhadap respons pasar.
Sebaliknya, rute business traveler justru rendah di awal, kemudian meninggi di saat-saat akhir karena business traveler yang cenderung memesan tiket belakangan.
Di internet, maskapai mengandalkan teknologi agar menampilkan harga "basic economy fare" yang memiliki fasilitas (amenities) terbatas. Ini dilakukan untuk berkompetisi dengan low-cost carrier pada halaman pertama mesin pencarian.
Namun, CNBC menyebut para pelanggan bisa mengambil keuntungan dari teknologi untuk keuntungan mereka. Pasalnya, mulai ada situs-situs yang memantau harga tiket pesawat, dan memberitahu pengguna jika harga sedang turun.
YLKI Minta Pemerintah Ubah Regulasi buat Turunkan Harga Tiket Pesawat
Pemerintah mendesak maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia untuk menurunkan harga tiket pesawat hingga dan paling lambat per awal April 2019 ini.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan ultimatum pemerintah tidak tepat sasaran.
Kata dia, pemerintah justru sebaiknya mengubah regulasi tiket pesawat terlebih dahulu agar ada ketetapan yang jelas terkait persoalan tarif, terutama tarif batas atas.
"Itu ultimatum yang aneh dan salah sasaran. Kenapa di ultimatum karena tidak ada pelanggaran regulasi? Kalau memang pemerintah menghendaki tarif tiket pesawat turun, ya diubah regulasinya dong," tuturnya kepada Liputan6.com, Kamis (28/3/2019).
Dia menjelaskan, yang paling penting ialah regulasi atau peraturan yang memayungi maskapai agar tertib mematok harga tiket pesawat kepada masyarakat.
"Ultimatum itu menunjukkan pemerintah tak mampu mengatasi masalah yang sebenarnya. Kalau memang pemerintah ingin melindungi masyarakat agar tarif pesawat turun, maka ubah dulu regulasinya, khususnya terkait ketentuan batas atas, berani tidak pemerintah melakukan itu? jika tidak berani dan tidak dilakukan, maka ultimatum itu hanya demi populis belakan," pungkasnya.
Advertisement