Usul Faisal Basri soal Penyelesaian Diskriminasi Sawit oleh UE

Faisal Basri kritik langkah pemerintah yang melakukan perlawanan terhadap kampanye hitam kelapa sawit.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Mar 2019, 18:42 WIB
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, Faisal Basri, menjelaskan status Pertamina Trading Energy Limited (Petral) saat berkunjung ke Liputan6.com, Jakarta, Selasa (6/1/2015). (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior, Faisal Basri mengkritik langkah pemerintah yang melakukan retaliasi atau perlawanan terhadap kampanye hitam kelapa sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE).

Seperti diketahui, pemerintah telah mengeluarkan ultimatimatum atau ancaman akan boikot terhadap produk-produk Eropa.

Faisal menilai, langkah pemerintah tersebut kurang tepat. Seharusnya, pemerintah introspeksi kenapa UE bisa sampai mendiskriminasi produk kelapa sawit.

"Sebelum ke sini saya diskusi sama pak Laode KPK. Kasarnya begini "ngaca dulu" kenapa UE memboikot sawit kita? Karena banyak lahan tumpang tindih sawit termasuk rarusan ribu hektar yang harusnya hutan. Jadi isunya lingkungan. Ngaca dulu," kata dia saat ditemui di Kawasan SCBD Sudirman, Jakarta, Kamis (28/3/2019).

Selain itu, menurut dia yang lebih pantas menyelesaikan masalah tersebut bukan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, melainkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Sebab masalah tersebut merupakan hubungan diplomasi antar negara.

"Kalau sudah begitu, serahkan ke ibu menlu karena sudah negosiasi antar negara. Karena kalau ada apa-apa, ini bukan urusan sekadar sawit, urusan diplomasi secara keseluruhan," ujar dia.

Jika yang menangani Menko Luhut, Faisal khawatir suasana justru akan tambah memanas . "Kalau yang diplomasi Luhut, panas terus. Kalau ibu Retno sejuk, perempuan, santun, semua terukur, semua terhitung. Tiap ucapan itu membawa implikasi pada chemistry negosiasi," ujar dia.

Bila semua tuduhan UE terbukti salah, langkah yang paling tepat adalah membawa kasus tersebut ke WTO.

"Kita lihat tuduhan-tuduhan UE itu benar tidak? Kalau tuduhan itu tidak benar, bawa ke WTO begitu. Jadi apa gunanya ngancam-ngancam (boikot produk Eropa)?" ujarnya.

Selain itu, dia menyarankan dalam proses diplomasi sawit tersebut seharusnya satu pintu agar semua pernyataan yang keluar bisa selaras.

"Kalau diplomasi satu pintu, jangan Darmin (Menko Perekonomian) ngomong, Luhut ngomong, pusing. Menlu dia? ini sudah ranah diplomasi, kalau diplomasi masalah satu masalah lain terkait, hubungan baik," ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 


Bahas Sawit, Pemerintah Bakal Kirim Delegasi ke Uni Eropa

Buah kelapa sawit. (iStockphoto)

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyebutkan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa (UE) sudah masuk tahap litigasi. Namun demikian, dia mengatakan proses diplomasi masih berlangsung hingga saat ini meski tidak membuahkan hasil.

"Jadi ini langkahnya sudah mengarah ke litigasi, bukan diplomasi. Diplomasi berjalan terus gitu, jadi kalau itu pendekatan sudah kita lakukan juga beberapa kali, tapi hasilnya keluar juga kan delegated regulation (payung hukum UE untuk mendiskriminasi sawit)," kata Oke saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin 25 Maret 2019.

Saat ini proses perlawanan pemerintah Indonesia sudah mulai masuk tahap perkara. "Jadi diplomasi berjalan terus dan kita step ke berperkara itu mulai dijalankan," ujarnya.

Pemerintah juga tengah mempertimbangkan mengirim perwakilan ke UE untuk duduk bersama membahas hal mengenai diskriminasi sawit. Namun hal tersebut masih perlu dilakukan pemikiran lebih lanjut.

"Ya itu bagian yang sedang kita pertimbangkan apakah perlu atau tidak berangkat? kapan? dan kalaupun berangkat, siapa saja yang ingin kita temui?" ungkapnya.

Dalam kesempatan serupa, Staff Khusus Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Peter Gontha menyatakan langkah perlawanan yang dilakukan pemerintah merupakan hal yang tepat.

"Satu keputusan cantik sekali buat kita. Kita lihat bahwa kita bersatu. Kita lihat bahwa ketua parlemen kita, DPR ini menulis surat juga kepada Eropa, jadi parlemen to parlemen," ujarnya.

Dia mengungkapkan, DPR dalam waktu dekat akan menyatakan sikapnya terhadap UE sebagai bentuk perlawanan diskriminasi sawit.

"Juga akan ada satu press release yang akan dikeluarkan oleh DPR. Dan bahkan DPR uga menulis surat kepada pimpinan negara bahwa kita perlu melakukan satu tindakan yang firm. Kita harus bersatu," tutupnya.

Sebab saat ini UE sudah mulai membahas European Union's Delegated Regulation di tingkat parlemen mereka. Jika sudah disahkan, aturan tersebut dapat menjadi payung hukum bagi UE melakukan diskriminasi sawit.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya