Liputan6.com, Jakarta Pengamat penerbangan yang juga anggota Ombudsman bidang transportasi Alvin Lie mempertanyakan langkah Kementerian Perhubungan yang hendak membuat aturan baru mengenai kelas layanan penerbangan (subclass).
"Kalau pemerintah sampai mengatur subclass itu dalam management itu namanya micromanaging, terlalu ngurusin yang kecil-kecil," ujar dia saat ditanyai Liputan6.com, seperti dikutip Jumat (29/3/2019).
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan sedang menggodok aturan baru demi membuat harga tiket pesawat lebih terjangkau bagi masyarakat.
Dia pun memberi bocoran, bahwa regulasi ini akan lebih banyak mengatur mengenai subclass pelayanan maskapai.
Alvin Lie mengatakan, perkara subclass sebenarnya telah menjadi ranah korporasi. Pemerintah telah cukup mengatur soal batas atas-batas bawah tarif pesawat dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 14 Tahun 2016.
"Saya tidak ketemu negara lain yang mengatur batas atas-batas bawah. Jangankan itu, sekarang sampai mau masuk subclass," tambah dia.
Dia pun mengingatkan bahwa dunia penerbangan ini memiliki komunitas internasional, seperti Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau International Civil Aviation Organization (ICAO).
"Kalau kita membuat peraturan yang seperti itu, micromanaging, itu nanti kita jadi sorotan internasional. Peraturan di Indonesia kok aneh-aneh sampai segitunya," ungkap dia.
Maka dari itu, dia mengaku tak akan kaget bila ada pihak maskapai nasional yang dalam waktu dekat ini menyatakan tidak mampu lagi untuk beroperasi.
"Ketika itu terjadi, kapasitas angkut kita akan berkurang, permintaan untuk konsumen juga akan berkurang," dia menandaskan
Terkuak, Kampanye Pilpres Bikin Harga Tiket Pesawat Mahal
Kampanye pemilihan presiden (pilpres) ternyata turut berperan dalam naiknya harga tiket pesawat. Maraknya safari politik di daerah membuat transportasi udara tetap laku meski harga mahal.
Ini juga yang menyebabkan harga tiket pesawat tetap tinggi sejak November lalu menjelang liburan akhir tahun. Pasalnya, naiknya harga tiket saat peak season tersambung dengan masa kampanye hingga April.
Baca Juga
"Maskapai sekarang merasa bahwa demand-nya ada, karena mereka begini semenjak bulan November lalu, mereka cukup pede, mereka bilang Desember kan ramai katanya, lalu bulan Januari sampai Maret nanti ada kampanye. Banyak yang kampanye. Jadi pergerakan domestik pasti banyak menurut mereka," ujar Sekjen Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno kepada Liputan6.com.
Pauline menyebut permintaan pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat terbilang realistis. Namun, ia menyebut maskapai pasti menyadari hukum bisnis yaitu supply dan demand.
Oleh karenanya, para maskapai percaya bahwa bisnis tiket pesawat tinggi tetap akan meraup untung. Sebab, ada permintaan domestik berkat musim pilpres walau harga tiket naik.
"Maskapai selama ini teriak rugi, rugi, rugi. Garuda juga kita lihat beberapa kali raportnya merah baru tahun lalu membukukan keuntungan. Namanya bisnis, siapa sih yang mau rugi?" ucap Pauline.
Pauline pun mengakui naiknya harga tiket pesawat memberi dampak ke wisata lokal. Kolega Pauline dari daerah wisata pun mengeluhkan sepinya kedatangan turis karena tingginya harga tiket.
Advertisement