Usul Faisal Basri soal Penyelesaian Diskriminasi Sawit oleh UE
Ekonom Senior, Faisal Basri mengkritik langkah pemerintah yang melakukan retaliasi atau perlawanan terhadap kampanye hitam kelapa sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE).
Seperti diketahui, pemerintah telah mengeluarkan ultimatimatum atau ancaman akan boikot terhadap produk-produk Eropa.
Faisal menilai, langkah pemerintah tersebut kurang tepat. Seharusnya, pemerintah introspeksi kenapa UE bisa sampai mendiskriminasi produk kelapa sawit.
"Sebelum ke sini saya diskusi sama pak Laode KPK. Kasarnya begini "ngaca dulu" kenapa UE memboikot sawit kita? Karena banyak lahan tumpang tindih sawit termasuk rarusan ribu hektar yang harusnya hutan. Jadi isunya lingkungan. Ngaca dulu," kata dia saat ditemui di Kawasan SCBD Sudirman, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Baca Juga
Selain itu, menurut dia yang lebih pantas menyelesaikan masalah tersebut bukan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, melainkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Sebab masalah tersebut merupakan hubungan diplomasi antar negara.
"Kalau sudah begitu, serahkan ke ibu menlu karena sudah negosiasi antar negara. Karena kalau ada apa-apa, ini bukan urusan sekadar sawit, urusan diplomasi secara keseluruhan," ujar dia.
Jika yang menangani Menko Luhut, Faisal khawatir suasana justru akan tambah memanas . "Kalau yang diplomasi Luhut, panas terus. Kalau ibu Retno sejuk, perempuan, santun, semua terukur, semua terhitung. Tiap ucapan itu membawa implikasi pada chemistry negosiasi," ujar dia.
Bila semua tuduhan UE terbukti salah, langkah yang paling tepat adalah membawa kasus tersebut ke WTO.
"Kita lihat tuduhan-tuduhan UE itu benar tidak? Kalau tuduhan itu tidak benar, bawa ke WTO begitu. Jadi apa gunanya ngancam-ngancam (boikot produk Eropa)?" ujarnya.
Selain itu, dia menyarankan dalam proses diplomasi sawit tersebut seharusnya satu pintu agar semua pernyataan yang keluar bisa selaras.
"Kalau diplomasi satu pintu, jangan Darmin (Menko Perekonomian) ngomong, Luhut ngomong, pusing. Menlu dia? ini sudah ranah diplomasi, kalau diplomasi masalah satu masalah lain terkait, hubungan baik," ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement