Emha Ainun Nadjib : Rakyat Tak Cukup Bekal untuk Menilai Semua Capres

Berbicara soal sikap politik, Cak Nun mengaku dirinya tidak berubah.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 29 Mar 2019, 20:00 WIB
Cak Nun berbicara soal pilpres 2019 di Rumah Maiyah (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta Budayawan Emha Ainun Nadjib yang akrab disapa Cak Nun buka-bukaan kepada wartawan di Yogyakarta soal pandangannya terhadap pemilihan presiden (pilpres) 2019 yang akan digelar pada 17 April mendatang. Berbicara soal sikap politik, Cak Nun mengaku dirinya tidak berubah.

"Saya pro nasionalisme, saya bersikap universal," ujarnya di Rumah Maiyah, Jumat (29/3/2019).

Ia mengungkapkan, siapapun yang datang menemuinya akan diterima dengan baik. Prabowo dan Joko Widodo pernah berencana bertemu dengannya. Namun hal itu belum terwujud.

Menurut Cak Nun jadwal yang ditentukan tidak menemui kesepakatan.

"Baru Maaruf Amin waktu itu yang bertemu dengan saya, kalau Sandiaga Uno belum bikin janji," ucapnya.

Ia menuturkan pada pilpres mendatang tidak mungkin menilai Jokowi dan Prabowo. Sebab, rakyat tidak cukup ilmu menilai keberadaan keduanya. Informasi soal Jokowi atau Prabowo yang diterima tidak cukup untuk menentukan pilihan, demikian pula dengan tidak ada metodologi yang digunakan untuk penilaian.

"Kalau tidak bisa memilih pakai ilmu, maka pakai iman, memilih sesuai dengan iman, keyakinan kita, dan percaya saja, dan bilang kepada Tuhan lewat doa," kata Cak Nun.

 Simak video pilihan berikut:


Cak Nun Golput?

Cak Nun berbicara soal pilpres 2019 di Rumah Maiyah (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Cak Nun juga menjawab tudingan banyak orang selama ini yang menganggap dirinya golput saat pilpres. Ia mengungkapkan selalu datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Pertimbangan utamanya, rukun dengan tetangga.

"Kasihan tetangga sudah menyiapkan TPS, perkara saya di dalam TPS itu ngapain, itu hanya Tuhan dan malaikat yang tahu," ujar Cak Nun.

Ia menganalogikan memilih presiden seperti memilih istri, tidak perlu dipamerkan, dipertengkarkan, apalagi diperdebatkan. Cak Nun berpendapat perlunya sebuah rahasia.

"Dalam hidup harus ada yang dirahasiakan dan harus ada yang transparan," tuturnya.

Menurutnya, saat ini tidak ada nasionalisme, sebab kelompok-kelompok di masyarakat memperjuangkan kepentingan masing-masing. Demikian pula pilpres tidak mengandung nasionalisme, sekalipun memiliki narasi nasionalisme.

Ia mengungkapkan elit saat ini khawatir dengan potensi bentrok pasca pilpres.

"Saya merasa tidak akan separah itu, tetapi bukan karena saya melihat tetapi saya berdoa agar tidak separah itu," ucapnya.

Cak Nun menyebutkan bentrok yang merusak persatuan disebabkan oleh tiga hal, yakni ada yang mencuri, menghina, dan membunuh.

"Mencuri bisa mencuri hak, otoritas menghina bukan hanya pembunuhan karakter, orang tidak diakui keberadaannya juga menghina," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya