Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menarik dan membatalkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik atau e-commerce.
Keputusan ini dilakukan dengan pertimbangan telah menimbulkan kekisruhan di masyarakat karena dianggap melakukan pemajakan baru.
"Saya ingin sampaikan pengumuman pada media. Pertama selama ini banyak yang memberitakan soal PMK 210, seolah-olah pemerintah buat pajak baru. Begitu banyak simpang siur," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani di KPP Tebet, Jakarta, Jumat (29/3/2019).
"Saat ini kami masih menunggu hasil survei Asosiasi Ecommerce, maka saya memutuskan menarik PMK 210/2018. Itu kita tarik dengan demikian yang simpang siur tanggal 1 April ada pajak itu tidak benar, kami putuskan tarik PMK-nya," sambungnya.
Baca Juga
Advertisement
Sri Mulyani mengatakan, pihaknya sudah banyak melakukan pertukaran informasi serta mendapat masukan dari semua pihak termasuk asosiasi e-commerce.
Hasilnya, pemerintah akan melakukan sosialisasi dan pembangunan infrastruktur yang memadai sebelum menerapkan poin-poin perpajakan untuk e-commerce.
"Kami sudah koordinasi dengan K/L dan banyak yang collect info dari perusahaan digital atau marketplace. Dengan simpang siur kami anggap perlu sosialisasi lebih lagi pada seluruh stakeholder, masyarakat, perusahaan, komersial digital memahami seluruhnya. Kami melihat perlu pembangunan infra memadai," ujar dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Pokok-Pokok Aturan
Aturan yang telah dicabut ini sebelumnya akan diterbitkan pada 31 Desember 2018 dan berlaku pada 1 April 2019. Adapun pokok-pokok pengaturan dalam PMK 210 soal e-commerce adalah sebagai berikut:
1. Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace
a. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyediaplatform marketplace;
b. Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada penyedia platform marketplace;
c. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, serta
d. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Kewajiban penyedia platform marketplace
a. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP;
b. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa;
c. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform market place sendiri, serta
d. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform.
Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia platform marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik di mana pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli.
Penyedia platform marketplace yang dikenai di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku over-the-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace.
3. Bagi e-commerce di luar platform marketplace
Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui online retail, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPH seperti ketentuan yang berlaku.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement