Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat sekitar satu persen, dan bukukan penguatan terbesar secara kuartalan dalam 10 tahun ini.
Sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran dan Venezuela serta pemangkasan produksi minyak oleh OPEC menjadi sentimen bayangi harga minyak. Ditambah fokus pelaku pasar terhadap perlambatan ekonomi global.
Harga minyak berjangka Brent untuk kontrak Mei naik 57 sen atau 0,8 persen ke posisi USD 68,39 per barel. Selama kuartal I, harga minyak Brent sudah menanjak 27 persen.
Baca Juga
Advertisement
Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 84 sen atau 1,42 persen ke posisi USD 60,41 per barel. Harga minyak WTI tercatat naik 32 persen pada kuartal I.
Dua harga minyak acuan itu bukukan penguatan terbesar sejak kuartal II 2009. Saat itu, harga minyak naik sekitar 40 persen.
Pada 2019, sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela mendorong kenaikan harga minyak. AS ingin melihat Malaysia, Singapura dan lainnya sepenuhnya menyadari minyak ilegal Iran dan taktik yang digunakan Iran untuk menghindari sanksi.
Under Secretary of the Treasury for Terroism and Financial Intellgence, Sigal Mandelker menuturkan, AS telah memberikan "tekanan kuat" tambahan kepada Iran pada pekan ini.
Sementara itu, AS menginstruksikan penyuling dan perusahaan perdagangan minyak untuk lebih lanjut memangkas transaksi dengan Venezuela atau menghadapi sanksi sendiri. Hal itu berdasarkan sumber Reuters.
"Dengan sanksi AS mengeluarkan minyak Iran dan Venezuela dari pasar, pada saat yang sama produsen OPEC dan non-OPEC ingin melihat harga lebih tinggi dan saat ini enggan untuk menebus volume yang hilang," ujar Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (30/3/2019).
Sentimen lainnya yang mengangkat harga minyak yaitu kesepakatan antaran Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu seperti Rusia untuk memangkas produksi sekitar 1,2 juta barel per hari. Kebijakan tersebut resmi dimulai pada Januari.
Sentimen Pendukung Harga Minyak
Negara-negara produsen minyak akan bertemu pada Juni, tetapi sejumlah celah muncul. Pemimpin OPEC Arab Saudi sedang berjuang untuk meyakinkan Rusia lebih lama untuk pangkas produksi minyak. Pemerintah Rusia kemungkinan hanya menyetujui perpanjangan selama tiga bulan.
Pasar juga didukung dari pertumbuhan produksi atau output yang melambat di AS. Produksi telah stabil sejak pertengahan Februari. Pemerintah AS melaporkan kalau produksi domestik di produsen minyak mentah utama dunia turun lebih rendah pada Januari menjadi 11,9 juta barel per hari.,
Perusahaan energi AS pada pekan ini mengurangi jumlah rig minyak yang beroperasi ke level terendah dalam hampir setahun.
Adapun kekhawatiran perlambatan ekonomi global dapat menekan permintaan energi. Hal ini juga menekan harga minyak. Data ekonomi AS di sisi lain menunjukkan pengeluaran konsumen AS naik kurang dari yang diharapkan pada Januari dan pendapatan sedikit bertambah pada Februari.
Barclays memperkirakan harga minyak mungkin akan masih lebih tinggi pada kuartal II 2019. Rata-rata harga minyak USD 73 per barel (WTI USD 65) pada 2019.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement