Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Prabowo Subianto saling beradu gagasan dalam debat keempat Pilpres 2019 yang mengambil tema "Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional".
Soal diplomasi mengemuka dalam debat, khususnya dalam segmen keempat dan kelima. Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, menyinggung peran diplomasi Indonesia, khususnya sebagai mediator sejumlah konflik di luar negeri, khususnya Rohingya.
Advertisement
"Saya menegaskan di sini, kita menjadi mediator itu baik-baik saja, kita menjadi nice guy, untuk mendamaikan, itu tidak menjadi masalah. Saya mengakui itu prestasi pemerintahan Bapak," kata Prabowo dalam debat di Hotel Shangri-La, Sabtu 30 Maret 2019.
"Tapi saya mengakui, ada hal yang tidak Anda ketahui, kita tidak terlalu dihormati di luar. Ya, karena mereka tahu Indonesia utang banyak, kekuatan lemah...Kita tidak dihormati di ASEAN atau wartawan asing di Jakarta," kata Prabowo. "They always say Indonesia is a nation of a great potential and will alwayas be a nation of great potential."
Penelusuran Fakta
Tidak ada parameter untuk mengetahui secara pasti seberapa besar penghormatan atau penghargaan pihak luar terhadap Indonesia, atau apakah Indonesia dihormati pihak luar.
Yang kami sajikan adalah data-data terkait kinerja Kementerian Luar Negeri RI sebagai pelaksana hubungan luar negeri Indonesia.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam pidato Pernyataan Pers Tahunan Menlu 2018 pada 9 Januari 2018 menyebut bahwa keberpihakan terhadap isu kemanusiaan dan upaya menciptakan perdamaian dunia, menjadi dua isu menonjol diplomasi Indonesia.
Sikap jelas, tegas dan konsisten Indonesia terhadap Palestina, termasuk status Yerusalem, merupakan pengejawantahan keberpihakan diplomasi RI.
"Diplomasi Indonesia akan terus berjuang untuk Palestina. Demi kemanusiaan, demi keadilan," tegas Menlu Retno.
Dukungan Indonesia untuk Palestina, lanjutnya, tidak hanya berupa dukungan politik, namun juga dukungan ekonomi dan kerja sama teknis. Dukungan juga disampaikan oleh Indonesia untuk Afghanistan dan Rakhine State, Myanmar.
Di kawasan, Indonesia terus mengawal persatuan dan sentralitas ASEAN sebagai kunci bagi organisasi ini untuk mempertahankan peran dan relevansinya.
Menlu mencatat sejumlah capaian penting diplomasi RI di ASEAN, diantaranya disepakatinya Framework of the Code of Conduct in the South China Sea Tiongkok-ASEAN dan negosiasi Code of Conduct, ditandatanganinya ASEAN Concensus on the Protection and Promotion of the rights of Migrant Workers dan operasionalisasi AIPR (ASEAN Institute for Peace and Reconciliation) sebagai kontribusi bagi upaya resolusi konflik secara damai.
Di kawasan Pasifik, Indonesia turut memperkuat keterlibatan di kawasan Pasifik melalui pelatihan capacity building dan bantuan kemanusiaan. "Terutama di saat negara-negara di kawasan ini dilanda bencana alam, sebagai bentuk solidaritas sebagai warga dunia dan bangsa Pasifik," kata Menlu Retno.
Diplomasi Indonesia juga diperluas hingga Samudera Hindia melalui keketuaan Indonesia di IORA. Indonesia terus memanfaatkan dan memperkuat kerangka kerja sama inter dan antar-kawasan, seperti APEC, ASEM, dan FEALAC.
Di tingkat global diplomasi Indonesia selama 2017 di berbagai organisasi internasional mencatat hasil yang baik. Indonesia terpilih dalam 14 pencalonan di berbagai organisasi internasional.
Berikut laporan lengkap Kinerja Kemlu pada tahun 2017.
Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019-2020, bersama Afrika, Belgia, Republik Dominika, dan Jerman.
"Opsi terbaik untuk Indonesia dalam Dewan Keamanan ditunjang pada soft power dengan terus menjadi teladan dalam hal menjaga perdamaian (saat ini RI berada di peringkat ke-9 dari 121 negara yang berkontribusi pada operasi penjaga perdamaian PBB)," demikian dikutip dari When Indonesia sitson the Security Council yang dipublikasikan oleh Lowy Institute.
Sementara itu, dalam laporan CSIS berjudul Analisis KinerjaKementerian Luar Negeri Indonesia (2015-2018), disebutkan bahwa dari analisis kebijakan luar negeri Indonesia selama lebih dari tiga tahun di bawah kepemimpinan Joko Widodo sudah berada di arah yang benar.
Berdasarkan hasil analisis LKJ, terlihat bahwa kinerja Kemlu terjaga di atas 90 persen realisasi selama 2015-2018.
Namun demikian, sesuai dengan catatan penelitian di awal kertas kerja ini,harus digarisbawahi bahwa kertas kerja ini mengamati tingkat realisasi kegiatan yang telah direncanakan Kemlu, dan tidak memberi penilaian pada sejauh mana tingkat responsif danefektivitas Kemlu dalam menanggapi berbagai dinamika hubungan internasional yang berkembang.
Untuk itu diperlukan kajian lain dengan pendekatan yang berbeda. Hal lainyang juga penting untuk dijadikan catatan adalah aktivitas kebijakan luar negeri Indonesia juga dapat terganggu akibat belum efektif dan stabilnya sinergi antar kementerian/lembaga di Indonesia dikarenakan politik domestik yang membuat adanya perombakan pemerintahan, yang berdampak antara lain di bidang diplomasi maritim, diplomasi ekonomidan perlindungan WNI.
Oleh karena itu, dalam beberapa isu sektoral yang cakupannya sangat luas, seperti ekonomi, perlindungan WNI, dan maritim, kerja sama internal lebih krusial dibandingkan dengan kerja sama lain karena jika koordinasi masih lemah maka diplomasi, negosiasi dan perumusan perjanjian internasional di bidang ini dengan negara lain juga akan terhambat.
Advertisement