Rilis Data Inflasi Bakal Dorong IHSG Menguat

Meski berpotensi menguat, penguatan masih bersifat terbatas dipengaruhi sentimen seputar perlambatan ekonomi global.

oleh Bawono Yadika diperbarui 01 Apr 2019, 06:20 WIB
Suasana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta(Liputan6.com/Immanue.l Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang melaju ke zona hijau, dengan diperdagangkan pada level support dan resistance di 6.356-6.498

Meski berpotensi menguat, penguatan masih bersifat terbatas dipengaruhi sentimen seputar perlambatan ekonomi global. Baiknya, rilis data inflasi oleh Badan Pusat Statistik besok diperkirakan bakal membawa IHSG terangkat positif.

"Untuk besok ada inflasi dengan konsensus di tingkat 2,5 persen. Ini menjadi sentimen positif di dalam negeri kita meskipun dalam tekanan global perlambatan ekonomi," ujar Analis PT Bahana Sekuritas Lathief Gunawan saat dihubungi Liputan6.com, Senin (1/4/2019).

Meski begitu, tetap waspadai sentimen dari arah ketidakpastian global.

"Sentimen masih dari luar, masih seputar perlambatan ekonomi global, rilisnya PDB Amerika yang mengecewakan dibawah konsensus analis 2,2 persen," tambah dia.

Sementara itu, Analis PT Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan menyebutkan secara teknikal IHSG menunjukan momentum terkoreksi dengan diperdagangkan di 6.420-6.510.

Adapun untuk saham anjuran, Analis Lathief menyarankan saham PT Buana Lintas Lautan Tbk (BULL) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).

Kemudian Analis Nafan merekomendasikan saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), serta saham PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).


Penutupan Pekan Lalu

Pengunjung melintas dekat layar monitor pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (2/1). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan saham 2019 menguat 10,4 poin atau 0,16% ke 6.204. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada perdagangan saham Jumat pekan ini. Hal itu terjadi di tengah aksi beli investor asing.

Pada penutupan perdagangan saham, Jumat (29/3/2019), IHSG melemah 12,03 poin atau 0,19 persen ke posisi 6.468,75. Indeks saham LQ45 stagnan di posisi 1.019,03. Sebagian besar indeks saham acuan bervariasi.

Sebanyak 246 saham melemah sehingga menekan IHSG. 169 saham menguat dan 112 saham diam di tempat. Pada Jumat pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.485,95 dan terendah 6.440,91.

Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham 429.072 kali dengan volume perdagangan 14,6 miliar saham.

Nilai transaksi harian saham Rp 9,1 triliun. Investor asing beli saham Rp 809,48 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.240.

Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham aneka industri naik 2,1 persen, sektor saham infrastruktur dan keuangan masing-masing naik 0,44 persen. Sementara itu, sektor saham konstruksi mendaki 0,11 persen.

Sedangkan sektor saham industri dasar melemah 3,12 persen, dan alami penurunan terbesar. Disusul sektor saham manufaktur tergelincir 0,97 persen dan sektor saham barang konsumsi terpangkas 0,73 persen.

Saham-saham yang menguat antara lain saham SRAJ menguat 25 persen ke posisi 260 per saham, saham RODA mendaki 24,44 persen ke posisi 560 per saham, dan saham KAEF menanjak 9,2 persen.

Saham-saham yang tertekan antara lain saham BLTA turun 34,69 persen ke posisi 128 per saham, saham KKGI susut 18,65 persen ke posisi 314 per saham, dan saham INAF merosot 17,43 persen ke posisi 4.500 per saham.

Bursa saham Asia kompak menguat. Indeks saham Hong Kong Hang Seng naik 0,96 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi menanjak 0,59 persen, indeks saham Jepang Nikkei mendaki 0,82 persen.

Selain itu, indeks saham Thailand menguat 0,31 persen, indeks saham Shanghai menanjak 3,2 persen, dan bukukan penguatan terbesar. Indeks saham Singapura naik 0,29 persen dan indeks saham Taiwan mendaki 0,99 persen.

Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, para pelaku pasar memilih sikap wait and see terkait faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat kuartal per kuartal turun dari 2,6 persen menjadi 2,2 persen.

“Di sisi lain pada dinamika Brexit yang berkembang saat ini masih deadlock. Adapun sentimen positif dari domestik masih minim,” ujar dia.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya