Liputan6.com, Ankara - Pengaruh Recep Tayyip Erdoğan pada Turki ditantang oleh oposisi yang bangkit kembali dalam pemilu lokal, di mana partai Keadilan dan Pembangunannya (AKP) yang berkuasa kehilangan kendali atas Ankara, dan juga kemungkinan akan mengalami hal serupa di Istanbul.
Hasil pemungutan suara di 30 kota, 51 kabupaten, dan 922 distrik di seluruh Turki pada Minggu 31 Maret, telah dipandang secara luas sebagai referendum atas penanganan presiden terhadap krisis ekonomi Turki.
Dikutip dari The Guardian pada Selasa (2/4/2019), negara berpenduduk 81 juta jiwa itu menghadapi resesi untuk pertama kalinya sejak Erdoğan berkuasa, 16 tahun lalu.
Baca Juga
Advertisement
Para pemilih di ibu kota Ankara menjauhi koalisi pemerintah dalam hasil penghitungan suara, yang membuat kota itu --untuk pertama kalinya-- berada di luar kendali partai-partai Islam dalam 25 tahun terakhir.
Sementara Istanbul, yang merupakan kota terbesar di Turki dan tempat kelahiran Erdoğan, diprediksi akan mengalami kondisi serupa.
Hilangnya pengaruh AKP di Ankara atas kemenangan kandidat walikota dari Partai Republik (CHP) yang beraliran sekuler, Mansur Yavaş, mengirimkan gelombang kejut ke seluruh Turki.
AKP mengatakan akan mengajukan banding dalam waktu dekat.
Di Istanbul pada hari Senin, penantian yang menyakitkan untuk hasil pertama dalam pemilihan wali kota masih belum berakhir.
Pada satu titik, kandidat AKP, mantan perdana menteri Binali Yıldırım, dan kandidat oposisi Ekrem İmamoğlu, masing-masing bersaing ketat memperoleh sekitar 48,7 persen suara dari total 98,8 persen yang telah dihitung
Pada Senin pagi, muncul poster-poster Yıldırım yang berterima kasih atas dukungan besar penduduk Istanbul, meskipun hasil akhir penghitungan masih prematur.
Di lain pihak, İmamoğlu, yang merupakan kandidat koalisi CHP, juga menyatakan dirinya sebagai walikota Istanbul pada hari Senin.
Simak video pilihan berikut:
Fenomena Tidak Biasa
Pemilu lokal biasanya tidak memberikan momen penting bagi Turki, tetapi kali ini perekonomian lokal yang goyal menjadi katalisator pada pesta demokrasi hari Minggu.
Pengangguran meningkat dan dengan inflasi sebesar 20 persen, biaya hidup pun melonjak signifikan.
Bulan lalu Turki secara resmi memasuki resesi, mengakhiri masa keemasan Erdoğan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di awal-awal masa jabatannya.
Dalam upaya menarik perhatian kelas pekerja, Erdoğan membuka kios "sayuran rakyat" beberapa pekan sebelum pemilu.
Dia telah melakukan kampanye selama berminggu-minggu, di mana terkadang berbicara delapan kali sehari di hadapan sekitar 1 juta orang, membingkai pemilu lokal sebagai masalah "kelangsungan hidup nasional", dan menuduh partai-partai oposisi terkait dengan terorisme.
Tetapi, dengan tidak adanya pemilu presiden hingga 2023, maka keputusan walikota, pemimpin dewan legislatif daerah, dan otoritas setingkat lainnya pasca-pemilihan lokal kali ini, akan merongrong pengaruh kepemimpinan Erdoğan.
Jumlah partisipasi dalam pemilu Turki merupakan yang tertinggi di dunia, di mana mencapai 87 persen dalam pemilihan umum tahun lalu.
Oposisi berharap bahwa ketidakpuasan atas penanganan pemerintah terhadap ekonomi Turki, sejak keruntuhan mata uang lira tahun lalu, bisa mencegah pendukung AKP muncul di tempat pemungutan suara.
Dan menurut beberapa pengamat, hal tersebut tampaknya memiliki dasar yang kuat.
"Di Turki, orang mendukung partai politik seperti mereka mendukung tim sepak bola. Tetapi kita masih memiliki hati nurani," kata Oznur Turunk, seorang pengamat politik lokal.
"Setiap pemerintahan otoriter hanya berlangsung selama periode waktu tertentu, jadi perubahan akan datang," lanjutnya yakin.
Advertisement