Akhir Damai Penolakan Slamet di Dusun Karet Bantul

Perangkat kampung Dusun Karet telah meminta maaf atas aturan yang mengganggu semangat kebinekaan.

Oleh KRJogja.com diperbarui 02 Apr 2019, 16:07 WIB
Foto: Istimewa/ Krjogja.com.

Liputan6.com, Bantul - Seorang perupa bernama Slamet Sumiarto ditolak tinggal di kawasan Dusun Karet, Kelurahan Pleret, Kecamatan Banguntapan, Bantul, lantaran berbeda keyakinan dengan mayoritas warga setempat. 

Slamet yang tercatat sebagai warga Notoprajan Ngampilan, Kota Yogyakarta, itu awalnya pindah mengontrak bersama anak dan istrinya di sebuah rumah di Pleret, Bantul, pada Sabtu, 29 Maret 2019, lalu. Baru tinggal beberapa hari muncul penolakan yang disampaikan Kepala Dusun dan RT setempat. 

"Minggu (30/03/2019) saya izin Ketua RT membawa berkas Kartu Keluarga dan KTP serta surat nikah. Ketua Dukuh dan juga Pak RT melarang saya tinggal di sini," ungkap Slamet, seperti dikutip KRJogja, Selasa (2/4/2019).

Beberapa langkah telah ditempuh Slamet sejak adanya penolakan tersebut, seperti bertemu Sekda DIY Gatot Saptadi dan ke Sekda Kabupaten Bantul.

"Kami dipertemukan dengan Pak Lurah, kepala dukuh, dan ketua kampung, tapi tetap saja mereka menolak saya mengontrak di Dusun Karet," katanya.

Mediasi pun digelar pada Senin, 1 April 2019, kemarin, mempertemukan Kepala Kelurahan, Kepala Dusun Karet, dan ketua kampung dengan disaksikan Kapolres serta Kapolsek setempat. Ketua kampung akhirnya mengizinkan untuk tinggal selama 6 bulan ke depan, dan sisa 6 bulan, sang pemilik rumah diminta mengembalikan uang sewa yang telah diberikan Slamet.

"Sebenarnya warga sesepuh tidak mempermasalahkan saya tinggal, tetapi pak ketua kampungnya mengaku mewakili warga mengizinkan saya hanya kontrak enam bulan saja. Supaya (penolakannya diperhalus) pemilik rumah mengembalikan sisa uang sewa enam bulannya kepada saya. Saya menolak kalau hanya tinggal enam bulan saja," ungkapnya lagi.

Pengurus kampung Dusun Karet, Daryanto, yang ditemui Slamet saat menyampaikan izin tinggal pun mengatakan ada keputusan bersama di kampung sejak dahulu secara tertulis sejak 2012 lalu mengenai aturan agama di kawasan ini, termasuk dalam hal jual beli tanah.

Namun, setelah dikonfirmasi, perangkat kampung Dusun Karet telah meminta maaf atas aturan yang mengganggu semangat kebinekaan yang sudah tercipta di Indonesia sejak lama. Kasus ini pun dianggap selesai karena kedua belah pihak sudah saling meminta maaf.

 

Baca juga berita KRJogja.com lainnya di sini.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya