Liputan6.com, Jakarta - Google baru saja merilis laporan tahunan keamanan dan privasi dari platform-nya. Dalam laporan ini, perusahaan raksasa mesin pencari itu menyebut secara keseluruhan kesehatan ekosistem Android telah meningkat.
Meski meningkat, persentase unduhan aplikasi yang berpotensi berbahaya (PHA) ternyata naik. Data menunjukkan, jumlah unduhan aplikasi itu naik menjadi 0,04 persen pada 2018, dari sebelumnya 0,02 persen pada 2017.
Namun, Google menyebut jumlah aplikasi berpotensi berbahaya secara keseluruhan naik ini disebabkan fraud sekarang dimasukkan dalam PHA.
Baca Juga
Advertisement
"Jika kami menyingkirkan jumlah klik fraud dari statistik ini, data menunjukkan PHA di Google Play turun 31 persen dari tahun ke tahun," tulis laporan seperti dikutip dari Engadget, Kamis (4/4/2019).
Laporan itu juga menyebut, pemasangan PHA di perangkat Android sudah menurun. Pada 2018, jumlah PHA yang terpasang di perangkat Android hanya 0,45 persen, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,56 persen.
Program Google Play Protect juga diklaim berhasil mencegah 1,6 juta PHA yang berasal di luar Google Play. Namun, Google tidak mengungkap detail jumlah pemasangan PHA dari Google Play.
Perlu diingat, upaya Google untuk melindung ekosistem di Android memang tidak mudah. Oleh sebab itu, perusahaan merilis program Google Play Protect pada 2017 untuk memindai lebih dari 50 juta miliar aplikasi per hari.
Raksasa internet juga sempat melakukan sejumlah peningkatan kemampuan program Google Play Protect pada 2018. Ketika itu, Google meningkatkan kemampuan machine-learning dari sistem tersebut.
Aplikasi Antivirus Abal-Abal Marak Beredar di Google Play Store
Terlepas dari hal itu, berdasarkan laporan yang dilakukan oleh perusahaan pengujian antivirus, AV-Comparative via ZDNet, dua pertiga dari 250 aplikasi antivirus Android yang diuji ternyata abal-abal atau palsu.
Untuk membuktikan kemampuan antivirus tersebut, perusahaan mengujinya dengan memasukkan malware ke dalam perangkat untuk melihat apakah aplikasi dapat mendeteksi dan mengatasinya.
Dari 250 aplikasi yang diuji dengan malware tersebut, hanya 80 yang mampu mendeteksi dan mengatasinya.
Advertisement
Deteksi Malware Tidak Maksimal
Namun demikian, ke-80 aplikasi itu hanya dapat mendeteksi lebih dari 30 persen dari malware, yang berarti hal tersebut sedikit berhasil.
Perusahaan juga menemukan, beberapa aplikasi ini tidak mampu menandai malware. Alih-alih, aplikasi hanya mengandalkan informasi malware yang sudah terdaftar.
Ini berarti, beberapa malware hanya terdeteksi berbahaya jika namanya muncul di dalam daftar program berbahaya yang tersimpan di dalam aplikasi antivirus abal-abal tersebut.
Tak hanya itu, mereka juga menemukan fakta sejumlah aplikasi yang tidak berfungsi ini dibuat oleh programmer yang sama.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: